Produk-produk yang hanya sebagian
yang teroksidasi, yang dibentuk dengan adanya oksigen, dapat di degradasi pada
kondisi aneorob hydrocarbon terjadi dan hasilnya jauh dibawah degradasi secara
aerobic.
a.
Tekanan
produk
minyak bumi tidak didegradasi pada permukaan air akan menuju keperairan yang
lebih dalam. Dengan tranformasi yang lambat. Disebabkan oleh komponen yang
sulit terdegradasi yang akhirnya mencapai dasar laut. Kedalaman rata-rata 3800
m yang di asosiasikan sama dengan tekanan 38 bar, dengan temperature yang
kurang dari 5oC. pada kodisi ini proses metabolisme sangat
rendah.szhwitz (1975) yang mengisolasi komunitas bakteri dari kedalaman 4950 m
mammpu mendegradasi hexadekana. Kecepatan
menggunakan substrat menurun dengan kecepatan pada tekanan yang tinggi. Untuk
memperoleh 98% degradasi, pada tekanan 1 bar dibutuhkan waktu 4 minggu,
sedangkan untuk 600 bar waktu yang di peroleh jauh lebih besar yaitu 40 minggu.
Jadi kedalaman laut lepas produk inyak bumi akan di oksidasi sangat lambat.
f. Salinitas
salinitas rat-rata pada
laut bervariasi antara 31 – 37ppm. Salinitas air laut ini akan berpengaruh pada
mekanisme metabolisme hydrocarbonulaktes. Pada daerah yang salinitasnya tinggi
seperti laut mati akan menurunkan tingkat degradasi, dan tidak tergantung pada
konsentrasi okdigen terlarut. Aktifitas biodegradasi minyak berbanding terbalik
dengan salinitas, karena tingginya salinitas dapat meredukdi aksi enzim
pertumbuhan akteri dan emulsi minyak bumi.
Kondisi
umum biodegradasi hiodrokarbon pada salinitas tinggi, bakteri halotoleran yag
dominant, bahkan tidak dijumpai bakteri hallophilik ekstrim yang mampu
mndegradasi hidrokarbon.
4.1.6
BAKTERI PENGURAI MINYAK
Bakteri
adalah mikroorganisme prokariotik yang secara morfologi terdapat dalam bentuk
kokus, basil dan spiral. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mangakibatkan
pembusukan, menimbulkan penyakit yang ditularkan memalui makanan dan juga dapat
melangsungkan fermentasi yang menguntungkan. Bakasang merupakan salah satu
produk fermentasi oleh mikroba fermentatif yang disebut bakteri asam laktat.
Penelitian-penelitian dasar tentang karakteristik biokimia bakteri asam laktat
pada produk olahan tradisional ini perlu dilakukan. Penelitian ini ditujukan
untuk menganalisa beberapa karakteristik biokimia bakteri kokus dan basil,
mengidentifikasi jenis-jenis bakteri kokus dan basil dan menganalisa jumlah
bakteri pada produk fermentasi bakasang.
Hasil analisis total bakteri yang diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 37 derajat celcius menunjukkan bahwa total bakteri
tertinggi adalah 1,3 x 10 pangkat 6 CFU/ml pada sampel B dan total bakteri
terendah adalah 1,5 x 10 pangkat 4 CFU/ml pada sampel D. Berdasarkan hasil
identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa pada produk bakasang terdapat
beberapa jenis yaitu: Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus,
Clostridium, Micrococcus, Enterobacter, Enterococcus, Escherichia dan Proteus.
Pertumbuhan bakteri terjadi pada kisaran suhu 37 derajat C, 40 derajat C, dan
pada pH5,6,7.
Bakteri
yang bisa hidup di tanah dengan kondisi yang banyak mengandung minyak telah
ditemukan para peneliti dari Departement of Enviromental Sciences, Jong-Shik
Kim. Hasil tersebut diterbitkan di Applied and Environmental Microbiology pada
6 April 2007.
Menurutnya, sangat mengejutkan ketika ia mengetahui ada bakteri yang sanggup hidup pada kondisi lingkungan tersebut, dimana oksigen dan air sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Bakteri tersebut yang sebenarnya menurut Kim telah hidup 28.000 tahun yang lalu, dan enzim yang dimilikinya sangat berpotensi untuk diterapkan sebagai pendegradasi minyak dan biofuel.
Kim dan David E. Crowley menggunakan metode berdasarkan DNA untuk mengidentifikasi bakteri tersebut, sama halnya untuk meng-encoding DNA dari ketiga kelas enzimnya yang mampu mendegradasi minyak. Penemuan tersebut memberikan harapan baru bagi para ahli lingkungan untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang bakteri tersebut dan jenis bakteri lainnya yang mampu hidup pada kondisi yang ekstrim.
Feliatra(2002)
menyatakan Di Selat Malaka terdapat genus acinobacter, arthrobacter,
brevibacterium, corynebacterium, flavobacterium, mycobacterium, dan vibrio,
serta beberapa jenis jamur. Mereka bisa dimanfaatkan dalam aktivitas penguraian
senyawa hidrokarbon yang ditumpahkan ke laut secara efisien, jika mikroba yang
terlibat dalam genus-genus itu terlibat dalam hubungan yang sinergis dengan
bakteri pengurai pestisida, senyawa berhalogen, serta pengurai deterjen.
Gas
amoniak bisa diubah menjadi nitrat yang akan menjadi makanan utama bagi
plankton di lautan. Sementara, plankton merupakan sumber protein terbanyak bagi
ikan. Oleh karena itu, jika diperhatikan serius, proses nitrifikasi di berbagai
kawasan perairan dapat menjadi potensi luar biasa. Bisa digunakan
mengembangbiakkan ikan, bahkan menetralisir polusi akibat tumpahan minyak bumi.
Penemuan Hkabel Nanoh dari mikroba pada tahun 1987, beberapa
spesies bakteri diisolasi oleh Profesor Derek Lovley dari lokasi tanah yang
penuh dengan polutan senyawa hidrokarbon. Bakteri yang biasa hidup di dalam tanah
ini kemudian dinamakan dan diidentifikasikan sebagai Geobacter, saat ini
dua di antaranya sudah terbacanya genomnya adalah Geobacter sulfurreducens
dan Geobacter metallireducens.
Bacillus
licheniformis adalah salah satu bakteri mesofilik yang telah digunakan dalam
berbagai proses bioteknologi. Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat
dengan kelimpahan terbesar di dunia. Genom dari B. licheniformis telah berhasil
di-sekuens, dan terdapat banyak sekali gen pengkode enzim pengurai karbohidrat
dalam genom B. licheniformis yang potensial yang dapat diaplikasikan di
industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ekspresi
serta keanekaragaman dari karbohidrase ekstraseluler dari bakteri ini pada dua
medium dengan sumber nitrogen yang berbeda, yaitu pepton dan petis udang. Pola
ekspresi dipelajari dengan melihat aktivitas aamilase ekstraseluler, dilakukan
juga pengukuran konsentrasi protein serta analisis menggunakan SDS-PAGE
terhadap sampel kultur umur 2, 4, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam.
Bakteri langsung memasuki fase log, kemudian stasioner
setelah 6 jam. Aktivitas amilase paling tinggi pada kultur yang menggunakan
pepton sebagai sumber nitrogen terukur sebesar 126,88 unit/ml pada umur kultur
72 jam. Pada kultur yang menggunakan petis udang sebagai sumber nitrogen,
aktivitas tertinggi dicapai pada umur 120 jam sebesar 2145 unit/ml. Dari hasil
pengukuran terhadap suhu dan pH optimum, diketahui bahwa enzim a-amilase dari
B. licheniformis HK1 memiliki aktivitas optimum pada suhu 60°C dan pH antara
6-6,5. Hasil pengukuran konsentrasi protein menunjukkan bahwa konsentrasi
protein pada sampel kultur yang menggunakan sumber nitrogen pepton terus
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi protein tertinggi pada umur kultur
120 jam sebesar 82,2 µg/ml, sedangkan konsentrasi protein tertinggi untuk
medium dengan petis udang adalah sebesar 60,4 µg/ml pada umur kultur 24 jam.
Elektroferogram menunjukkan 22 jenis protein dengan berat molekul yang berbeda.
Berat molekul ini kemudian dibandingkan dengan berat molekul yang diperoleh
dari basil perhitungan sekuens asam amino enzim karbohidrase.
B.
licheniformis HK1 diperkirakan menghasilkan glukoamilase, siklomaltodekstrin
glukanotransferase, pullulanase, dan arabinase pada kultur yang menggunakan
pepton, a-amilase maltogenik, kitinase, endoglukanase, levansukrase, invertase,
dan pektin liase pada kultur yang menggunakan sumber nitrogen petis udang.
Sedangkan a-amilase, xilanase, lichenase, galaktanase, dan (3-mannanase
dihasilkan pada kedua medium. Secara umum terjadi peningkatan konsentrasi
terhadap waktu untuk karbohidrase ekstraseluler pada kultur yang menggunakan
pepton sebagai sumber nitrogen, sedangkan pada kultur yang menggunakan sumber
nitrogen petis udang terlihat perubahan konsentrasi karbohidrase ekstraseluler
yang lebih beragam. Aktivitas aamilase pada kultur yang menggunakan petis udang
sebagai sumber nitrogen, lebih tinggi dibandingkan kultur yang menggunakan
sumber nitrogen pepton. Enzim karbohidrase B. licheniformis sangat potensial
untuk dipelajari lebih lanjut terutama untuk kepentingan modifikasi gen yang
mengkode karbohidrase.
Microbial Enhanced Oil Recovery
(MEOR) merupakan suatu metode untuk meningkatkan perolehan minyak bumi dengan
menggunakan aktivitas bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri tersebut bekerja
pada minyak bumi dan batuan dalam formasi reservoir, kemudian dihasilkan
beberapa produk seperti gas, asam-asam organik, biopolimer dan biosurfaktan.
Produk-produk tersebut digunakan untuk merangsang pelepasan minyak dari batuan
reservoir dengan cara mengubah porositas batuan penyusun reservoir, menurunkan
tegangan antarmuka dan viskositas minyak bumi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengisolasi bakteri dari reservoir minyak bumi dan air formasi, dan menguji
karakteristik bakteri tersebut yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam MEOR.
Isolasi
bakteri hidrokarbonoklastik ini menggunakan medium SMSSe yaitu Stone Mineral
Salt Solution yang diperkaya dengan ekstrak ragi dan ditambah 5% minyak bumi
pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90°C serta pengocokan 120 rpm. Hasil isolasi
tersebut mendapatkan 10 isolat bakteri yang toleran pada suhu di atas 50°C.
Setelah melalui adaptasi pada medium recovery, diperoleh 6 isolat bakteri yang
terdiri dari Flavimonas oryzihabitans, Amphibacillus xylanus, Bacillus
polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus stearothermophillus dan Clostridium
butyricum.
Kemampuan
bakteri dalam mengubah sifat fisika-kimia minyak bumi dilakukan dengan
menggunakan uji densitas, tegangan antarmuka, viskositas, pengembangan volume
minyak (Oil Swelling) dan GCMC (Gas Chromatograph-Mass Spectrophotometry)
sebagai kultur tunggal. Persentase degradasi rantai hidrokarbon yang berbeda
untuk setiap bakteri teramati pada data yang diperoleh dari metode GCMS, yaitu
bakteri Flavimonas oryzihabitans (3-25%), bakteri Amphibacillus xylanus
(2-28%), bakteri Bacillus polymyxa (3-35%), bakteri Bacillus macerans
(0,3-24%), bakteri Bacillus stearothermophillus (0,4-36%) dan bakteri
Clostridium butyricum (5-43%). Penurunan tegangan antarmuka yang tertinggi
terjadi pada bakteri Flavimonas oryzihabitans dan Amphibacillus xylanus,
masing-masing sebesar 16%, Penurunan viskositas tertinggi terjadi pada bakteri
Clostridium butyricum, yaitu sebesar 12,77%. Pengembangan volume minyak
tertinggi terjadi pada bakteri Bacillus polymyxa, yaitu sebesar 6%.
Bakteri-bakteri lainnya mengalami penurunan hanya berkisar 12-16% untuk
tegangan antarmuka, 3,55-12,77% untuk viskositas dan 1,5-6% untuk pengembangan
volume minyak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, bakteri hasil isolasi tersebut
memiliki potensi untuk digunakan dalam MEOR.
Penelitian
tentang isolasi dan karakterisasi bakteri hidrokarbonoklastik dari salah satu
sumur minyak di Cirebon, Jatibarang telah dilakukan. Sampel minyak bumi
diperoleh dari sumur minyak bumi Jatibarang JTB-140 di Cirebon. Media yang
digunakan untuk mengisolasi bakteri dari sampel minyak bumi ialah Stone Mineral
Salt Solution (SMSS). Suhu inkubasi yang digunakan dalam isolasi bertahap
adalah 45°C. Dua belas isolat bakteri diperoleh dari hasil isolasi bertahap,
tetapi hanya lima isolat bakteri yang dipilih untuk penelitian lebih lanjut
berdasarkan hasil shining suhu. Hasil isolasi bakteri diuji kemampuan hidupnya
pada suhu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C.
Jumlah
isolat yang mampu hidup pada suhu reservoar (90°C) ada dua isolat, yaitu
Bacillus circulans dan Bacillus stearothermophillus. Hasil identifikasi
menunjukkan kelima isolat bakteri tersebut ialah Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas diminuta, Pseudomonas putida, Bacillus circulans, dan Bacillus
stearothermophillus. Selanjutnya kelima isolat bakteri masing-ma sing diuji
kemampuan degradasinya terhadap minyak bumi. Karakterisasi hasil degradasi minyak bumi oleh kelima
isolat tersebut dilakukan dengan metode GC. Pada kromatogram terlihat bahwa
semua isolat bakteri yang diperoleh dari isolasi bertahap mampu mendegradasi
minyak bumi.
Persentase
degradasi tertinggi berbeda-beda sesuai dengan kemampuan metabolik tiap isolat
bakteri dalam menghasilkan fraksi-fraksi n-alkana yang spesifik secara
berturut-turut, yaitu 88,3778% dan 72,3984% pads fraksi C13 dan C14 oleh
Pseudomonas aeruginosa, 52,5990% dan 33,7467% pada fraksi C15 dan C16 oleh
Pseudomonas diminuta, 30,6633% dan 29,3581% pads fraksi C19 dan C20 oleh
Pseudomonas putida, 48,2446% dan 68,9754% pads fraksi C21 dan C23 oleh Bacillus
circulans, 30,2446% dan 28,8223% pada fraksi C19 dan C20 oleh Bacillus
stearothermophillus. Kultur campuran menghasilkan degradasi sebesar 100% pads
fraksi C13, sedangkan C14, C15, dan C16 masing-masing sebesar 85,7747%,
71,3687%, dan 42,2666%.
4.1.7 Bioremediasi
Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.
Dulunya bioremediasi hanya dilakukan
pada limbah organik yang mudah ‘dibersihkan’ secara alamiah. Baru pada tahun
1980-an, bioremediasi mulai dikembangkan penggunaannya pada limbah yang lebih
sulit, misalnya pada kontaminasi tanah. Tapi pada prinsipnya, bioproses yang
digunakan tidaklah berbeda.
Pada operasi perminyakan, khususnya lapangan minyak yang terkontaminasi oleh minyak mentah, pemanfaatan proses bioremediasi baru sekitar 30%.
Pada operasi perminyakan, khususnya lapangan minyak yang terkontaminasi oleh minyak mentah, pemanfaatan proses bioremediasi baru sekitar 30%.
4.1.8 Dampak pencemaran minyak
Kalau dilihat dari perkembangan industri minyak yang berkembang begitu pesat, produksi minyak bumi di dunia lebih dari tiga miliar ton per tahun. Memang perairan menjadi rawan timbulnya pencemaran minyak karena separuh dari seluruh produksi tersebut diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak dapat dielakkan.
Pencemaran
minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi pencemaran itu
juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi, pengilangan, transportasi
minyak, perembesan dari reservoirnya, serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran
di pelabuhan. Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan
lingkungan perairan. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, pada waktu
singkat laju pencemaran laut akan menjadi tidak terkendali.
Pencemaran
minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat dan sangat
memprihatinkan. Tidak mengherankan kalau masyarakat di Pemaron, Kabupaten
Buleleng, Provinsi Bali, khawatir akan terjadinya tumpahan minyak bahan bakar
pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang bersumber dari kapal tongkang
pengangkut minyak (Kompas, 21 Februari 2004).
4.1.9 Kasus tumpahan minyak
Jauh
sebelumnya tercatat telah beberapa kali terjadi kasus tumpahan minyak di
perairan Indonesia yang menyebabkan pencemaran pada air laut. Akibat hal ini
dapat mengganggu kehidupan biota laut, terutama pada ikan. Bukan hanya itu,
ikan yang telah terkontaminasi minyak bumi jika dikonsumsi akan berakibat fatal
pada kesehatan, seperti timbulnya gejala pusing dan mual.
Senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena,
ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama
dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa
ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik
di air maupun di darat, sehingga hal ini dapat mengalami proses biomagnition
pada ikan ataupun pada biota laut yang lain.
Bila
senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan
lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses
berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut
dalam air, kemudian masuk ke ginjal.
Senyawa
antara yang terbentuk adalah epoksida benzena yang beracun dan dapat
menyebabkan gangguan serta kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan yang kronis
menimbulkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah putih, zat beku
darah, dan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Kejadian ini akan
merangsang timbulnya preleukemia, kemudian leukemia, yang pada akhirnya
menyebabkan kanker. Dampak lain adalah menyebabkan iritasi pada kulit.
Untuk
menanggulangi tumpahan minyak di laut, kadang-kadang lapisan minyak
diperlakukan dengan dispersant. Dengan perlakuan dispersant dapat meningkatkan
biodegradasi minyak, namun penggunaan dispersant telah dilaporkan bersifat
sangat toksik pada biota laut. Salah satu alternatif penanggulangan minyak bumi
di laut yang ramah lingkungan adalah dengan bioteknologi, yaitu menggunakan
bakteri pemakan minyak bumi.
Di
Indonesia, program pengendalian pencemaran berasal dari kegiatan di laut telah
digalakkan, yakni Marine-base Pollution Source, oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) melalui tindak lanjut dengan Pemerintah Norwegia perihal Oil
Spill Contingency Planning and Management; kerja sama dengan perusahaan migas,
Pertamina, dan perusahaan pertambangan lainnya untuk menanggulangi pencemaran.
Pihak DKP juga akan mengawasi kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia, yang akan dikenai tarif bila ada kapal yang membuang minyak. Kini teknologi bioremediasi limbah minyak bumi sedang dikembangkan oleh PKSPL-IPB, yang dapat memberi sumbangan dalam menanggulangi tumpahan minyak di laut.
Pihak DKP juga akan mengawasi kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia, yang akan dikenai tarif bila ada kapal yang membuang minyak. Kini teknologi bioremediasi limbah minyak bumi sedang dikembangkan oleh PKSPL-IPB, yang dapat memberi sumbangan dalam menanggulangi tumpahan minyak di laut.
4.1.10 Pengaruh Minyak pada biota
laut
Komponen
minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada permukaan air laut yang
menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang luas terhadap hewan
dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan.
saya tertarik dengan makalahnya, menambah ilmu, saya juga ingin tanya bagaimana sistem proses penaggulangan tumpahan minyak dengan mikroorganisme tersebut, apakah dengan menyebar kultur di laut ataukah dengan cara khusus?????????? dan berbahayakah mikroorganisme tersebut bila mangalami kelonjakan jumlahny?????????
BalasHapusmaaf gan..ditunggu, lg ngumpulin referensinya nih..hahaha
Hapusuntuk organisme ini jika terlalu banyak dan mengalami kelonjokan untuk aspek biologi juga tidak bagus...