I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah
pesisir dan laut bersifat dinamis dan rentan terhadap perubahan lingkungan,
oleh karena itu masuknya bahan pencemar ke dalam perairan berpengaruh terhadap
lingkungan di wilayah pesisir dan laut. Kondisi ini memerlukan perhatian dan
penanganan khusus karena setiap perairan mempunyai kapasitas yang terbatas
dalam menerima polutan yang masuk ke perairan. Meningkatnya buangan limbah yang
masuk ke perairan baik yang berasal dari industri maupun buangan rumah tangga,
pada akhirnya dapat membahayakan kehidupan organisme di perairan. Pencemaran di
wilayah pesisir dan laut sudah menjadi isu sentral dan penting diteliti.
Salah satu bahan pencemar
yang menjadi isu penting itu adalah logam berat. Sebenarnya logam berat
merupakan partikel – partikel yang essensial untuk kehidupan, tetapi dapat
bersifat toksit bila berada pada kadar yang tinggi. Manusia melalui rantai
makanan dapat mengakumulasi logam berat melalui konsumsi makanan yang telah tercemar logam berat
seperti kerang-kerangan, ikan, udang dan biota laut lainnya. Hasim (2003) telah
melakukan penelitian bahwa ternyata kerang mampu berperan sebagai biofilter
terhadap logam berat.
Sipetang (Pharus
sp) adalah bangsa kerang (bivalva) yang memiliki bentuk cangkang memanjang dan
rapuh, dan merupakan organisme benthik yang hidup dalam lubang pada genangan
yang terlindung dari cahaya langsung matahari. Sipetang bersifat sessil (hidup
menetap) dan makan dengan cara menyaring (filter feeding), dengan
demikian Sipetang dapat mengakumulasi unsur-unsur kimia termasuk logam berat
dan partikel terlarut.
Logam berat dapat
menurunkan daya dukung lingkungan perairan terhadap kehidupan organisme di
dalamnya. Hal ini sangat perlu dicari alternatif pemecahannya agar perairan
tetap seimbang dan serasi. Sipetang (Pharus sp) merupakan organisme yang
bersifat filter feeder dan sessil dapat juga dijadikan alternatif untuk
mengurangi atau bahkan membersihkan logam berat di perairan (water cleaning).
Mengingat fungsinya sebagai water cleaning , maka peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan kerang Sipetang sebagai
bioakumulator terhadap logam Pb.
1.2.
Perumusan Masalah
Pencemaran wilayah pesisir
dan laut pada saat ini sudah menjadi isu sentral dan penting diteliti terutama
pencemaran oleh logam berat. Kondisi ini perlu dicari alternatif pemecahannya,
karena logam berat dapat membahayakan kehidupan organisme di perairan. Salah
satu logam berat tersebut adalah logam Pb. Logam Pb (timbal) merupakan bahan
pencemar yang dapat merugikan kesehatan manusia karena dapat mempengaruhi
sistem syaraf, menghambat sistem metabolisme sel dan dapat menyebabkan kanker.
Logam PB masuk ke perairan dari air buangan pertambangan bijih timah serta
limbah industri lainnya yang menggunakan senyawa Pb. Pada dasarnya kerang
bersifat sessil (hidup menetap) dan makan dengan cara menyaring (filter
feeder), dengan demikian kerang mengakumulasi unsur-unsur kimia dan
partikel terlarut. Oleh karena itu,
perlu diadakan penelitian tentang kemampuan akumulasi kerang Sipetang (Pharus sp) terhadap logam Pb.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan akumulasi Sipetang (Pharus sp)
terhadap logam Pb (timbal). Kemampuan bivalva ini dalam mengakumulasi logam Pb
dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk alternatif penanggulangan
pencemaran perairan khususnya logam berat.
1.4. Hipotesis
Hi : Ada pengaruh penambahan konsentrasi Pb
terhadap kemampuan akumulasi Sipetang.
Ho : Tidak ada pengaruh penambahan konsentasi Pb
terhadap kemampuan akumulasi Sipetang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Kerang Sipetang (Pharus sp)
Sipetang dalam tata namanya diklasifikasikan ke dalam Phylum Mollusca,
Kelas Pelecipoda, Sub kelas Limmellibrancia, Ordo Veneroida, Family
Solecurtidae dan Genus Pharus (Bourne, 1986 dan Fish and Fish, 1989).
Hewan jenis Sipetang (Pharus sp)
mempunyai bentuk cangkang yang memanjang terdiri dari belahan yang simetris.
Bagian anterior cangkang mempunyai ujung yang agak meruncing jika dibandingkan
dengan pasterior cangkang yang ujungnya membundar, terletak berlawan arah
dengan anterior. Umbo terletak berdekatan dengan anterior, permukaan cangkang
dipenuhi oleh guratan-guratan yang berbentuk garis. Biasanya disebut garis
pertumbuhan yang melingkari umbo.
Sipetang merupakan jenis organisme yang senang hidup di perairan bersedimen
lumpur. Daerah sedimen lumpur adalah tipe perairan estuaria yang daerahnya
terlindung dari gerakan langsung ombak laut.
Cara hidup organisme
estuaria termasuk Sipetang menurut Nybakken (1988) adalah dengan cara menggali
lubang pada suatu substrat berlumpur yang sesuai dengan ukuran tubuhnya sebagai
tempat tubuh ukuran permanen bagi organisme lain. Lubang yang dibentuk oleh
sipetang memiliki bentuk pipih memanjang lurus ke bawah atau tidak berbelok-belok.
Hal ini disebabkan oleh bentuk tubuh Sipetang yang pipih lateral dan bentuknya
yang memanjang sehingga tidak memungkinkan organisme ini untuk membuat lubang
berbelok-belok. Namun, bentuk lubang seperti ini berguna bagi Sipetang (Pharus
sp) untuk masuk ke lubang lebih cepat bila ada gangguan dari pemangsa atau
perubahan parameter lingkungan yang drastis (Nusrawati, 2000).
Morfologi dari spesies ini menurut Storer et al., 1997 adalah
simetris bilateral dengan tubuh lunak dengan yang memadatin antara dua cangkang
lateral yang secara dorsal berhimpitan. Bivalva memiliki kepala dan kaki yang
berbentuk kampak. Cangkang yang melindungi tubuh berbentuk bulat, ditandai
dengan garis pertumbuhan konsentrik yang berputar ke arah yang lebih besar
(umbo) dekat dengan ujung anterior bagian dorsal. Sendi ligamen menahan cangkang bagian dorsal
bersama-sama dan membentang untuk membuat kedua belah cangkang memiliki tanda
yang menandakan dimana beberapa otot melekat. Otot ini berperan membuka
cangkang dan menggerakkan kakinya.
Sipetang (Pharus sp) adalah sebangsa kerang (bivalva)
yang tergolong organisme makrofauna, bentuk tubuhnya memanjang,
mempunyai cangkang yang rapuh, hidup pada lubang pada genangan air baik pada
waktu pasang ataupun surut di hutan mangrove yang terlindung dari cahaya
matahari dengan sedimen dasar didominasi oleh lumpur, bernafas dengan insang,
dan makan dengan cara menyaring makanan (filter feeder), makan dengan
cara menunggu makanannya di dalam lubang dengan cara membuka sedikit
cangkangnya dan menjulurkan kedua siphonnya ke mulut lubang. Siphon
merupakan tempat pemasukan dan pengeluaran air dan lumpur, lubang tempat
tinggalnya berbentuk pipih dan lurus ke dalam sedimen serta tidak
berkelok-kelok. Masyarakat memperolehnya petang hari sehingga disebut Sipetang
(Pharus sp) (Tanjung, 2000).
Brom (1985) menyatakan bivalva sangat baik digunakan sebagai indikator
tingkat pencemaran satu perairan karena sifat hidupnya yang menetap dan
kebiasaan makan dengan cara menyaring (filter feeder). Filter feeding
merupakan adaptasi organisme untuk memperoleh makanan berupa bahan makanan
mikroskopis yang tersuspensi, seperti partikel makanan yang mengandung
uniseluler fitoplankton. Organisme bersifat filter feeder memompa air
melalui alat penyaring (filter) berupa bahan-bahan tersuspensi dimana bahan ini
berasal dari zat-zat penting maupun tidak penting (Jorgensen, 1990). Cara makan organisme bentik dapat
dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu yang pertama suspencion feeder
dengan cara menyaring partikel-partikel detritus yang masih melayang di atas
air yang berada di sekitarnya. Yang kedua deposite feeder yaitu dengan
cara mendapatkan detritus yang ada pada sedimen dasar (Hutabarat dan Evans,
1985).
Tipe cara makan yang
dominan di dataran lumpur adalah pemakan deposit dan pemakan bahan melayang
(suspensi). Pemakan deposit terdapat dalam jumlah yang melimpah karena
banyaknya bahan organik dan populasi bakteri sedimen. Pada umumnya kerang
memperoleh makanan dengan menyaring partikel-partikel yang terdapat dalam air
laut. Insangnya mempunyai rambut getar yang menimbulkan arus yang mengalir
masuk ke dalam mantelnya, sekaligus menyaring plankton sebagai makanannya dan
memperoleh oksigen untuk respirasinya (Nontji, 1993).
Bahan-bahan tersuspensi
pada bivalva yang bersifat filter feeder masuk alami dan mengaduk partikel
makanan yang penting yakni plankton, juga partikel tanpa bahan-bahan penting.
Partikel lumpur, biasanya diperoleh dengan waktu dan konsentrasi yang lebih
tinggi dari partikel makanan (Kiorbe and Mohlenberg dalam C. Barker
Jorgensen, 1990).
2.2. Ekologi Sipetang
Stebins et al. (1978) mengemukakan jenis kerang-kerangan biasanya
hidup di dalam pasir atau lumpur dengan cangkang sedikit membuka dan tepi
mantel menutup serta siphon membuka. Makanan diambil yaitu dengan cara
mengkontraksikan ototnya, pengambilan makanan disaring dengan adanya cilia yang
menutup mantel dan insang, dimana kerang-kerangan makan mikroorganisme yang
masuk ke dalam siphon bersama air.
Knox (1989) menyatakan
deposit feeder merupakan komunitas bentik yang dominan hidup di daerah estuaria
di mana secara luas bertanggung jawab atas perubahan sedimen yang terjadi di
daerah pantai berlumpur. Secara umum deposit feeder ini meliputi substrat yang
lunak dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Sebagian besar spesies yang
hidup di dasar yang lunak berusaha beradaptasi di kawasan pantai berlumpur
dengan cara mendapatkan makanan yang tersuspensi di dalam air yang berasal dari
permukaan. Kehidupan dari spesies ini bergantung pada permukaan berlumpur
dimana adaptasinya dengan cara menggali lubang yang dalam dan bergerak antara
permukaan dan dasar lubang (Barnes, 1980).
Beberapa hewan penggali
sedimen lumpur yang selektif hidup pada lubang-lubang, biasanya menunjukkan
ketergantungan langsung secara alami pada sedimen. Apabila terjadi perubahan
bahan sedimen, maka hewan-hewan yang hidup akan berubah pula komoditasnya.
Distribusi hewan bentik sangat jelas dipengaruhi oleh tipe kesediaan sedimen
(Buchanan, 1984).
2.3. Logam Berat
Menurut Hamidah (dalam Yudha, 1993) yang dimaksud dengan logam berat
adalah unsur-unsur dengan nomor atom 22 sampai 92 dan terletak pada periode
tiga sampai tujuh dalam susunan berkala (sistem periodik). Logam berat
mempunyai reaktivitas sedang atau rendah dan dapat bereaksi dengan organ dalam
tubuh (Amrizal, 1991).
Berdasarkan daya hantar
panas dan listriknya, semua unsur-unsur kimia yang terdapat dalam susunan
berkala dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam. Golongan
logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi, sedangkan
unsur-unsur non logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah.
Berdasarkan densitasnya, unsur-unsur logam dapat pula dibagi atas dua golongan
yaitu golongan logam ringan dan logam berat. Unsur-unsur logam ringan (ligth
metals) mempunyai densitas lebih kecil dari lima, sedangkan unsur-unsur logam
berat (heavy metals) mempunyai densitas lebih besar dari lima (Hutagalung,
1984).
Logam Pb dikenal dengan
nama timah hitam, termasuk dalam golongan IV A dengan nomor atom 82 dan berat
atom 207,2. Pb di alam terdapat dalam bentuk persenyawaan dengan sulfida, Pb
karbonat, Pb sulfat dan Pb khlorosulfat. Unsur-unsur ini bersifat kronis dan
kumulatif, walaupun daya racunnya di bawah unsur Hg dan Cd (Palar, 1994).
Kadar Pb pada tanah
umumnya berkisar antara 5 sampai 25 mg/kg di air dalam air tanah berkisar
antara 1 sampai 60 μg/L, sedangkan di udara dibawah 1 μg/m3 .
Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri baterai basah yang biasa digunakan
oleh kendaraan bermotor, sebagai zat tambahan bahan bakar bensin premium
disebut juga Tetra Ethyl Lead (TEL) yang berfungsi untuk meningkatkan angka
oktan dan sebagai pigmen cat yang berupa Pb3O4 dikenal
juga sebagai cat meni yang merupakan salah satu penyebab peningkatan kadar Pb
di lingkungan, juga digunakan sebagai
bahan peledak, patri, pembungkus kabel, pestisida, dan pelapis logam
(Lu, 1994).
Timbal berada di perairan
secara alami melalui air hujan yang membawa senyawa-senyawa timbal yang berada
di udara dan dari proses korosi dari batuan yang disebabkan oleh hempasan
gelombang. Timbal juga masuk ke perairan melalui aktivitas yang dilakukan oleh
manusia diantaranya dari air buangan pertambangan bijih timah hitam, limbah
industri yang menggunakan senyawa Pb dalam proses industri lainnya (Connel dan
Miller, 1995).
Saeni (1997) menambahkan
bahwa logam berat seperti Pb, Cu dan Zn merupakan bahan pencemar yang dapat
merugikan kesehatan manusia. Pb pada manusia dapat mempengaruhi sistem syaraf,
intelegensi dan pertumbuhan anak-anak serta dapat melumpuhkannya.
Timbal (Pb) |
Timbal dalam bentuk
larutan diabsorpsi sekitar 1 - 10 % melalui dinding saluran pencernaan, timbal
dapat menghambat sistem metabolisme sel dengan menggangu enzim oksidase. Salah
satu diantaranya adalah menghambat sintesis hemoglobin (Hb) dalam sumsum
tulang. Lebih dari 95 % timbal berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan
mudah pecahnya sel darah dan mempengaruhi sintesis Hb sehingga menyebabkan
anemia. Susunan darah sangat peka terhadap toksisitas Pb setelah tingkat
pajanan cukup tinggi dengan kadar Pb dalam darah diatas 80 μg/L dapat terjadi
ensefalopati, terjadinya kerusakan pada arteri dan pembuluh kapiler yang
mengakibatkan edema otak. Secara klinis keadaan ini ditandai dengan
kejang-kejang bahkan koma. Efek lainnya logam Pb dapat mengakibatkan
karsinogenik (Palar, 1994).
0 komentar "Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) (part I)", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Kita adalah penjelajah,,tinggalkanlah jejak anda dimanapun anda kunjungi.
semoga bermanfaat