03
November 2012
Laporan
-01
PENGARUH
TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP MUTU BUAH-BUAHAN
A.
Latar Belakang
Perbedaan tingkat kematangan buah-buahan dan sayur dipengaruhi oleh
beberapa hal:
·
Zat-zat
penyusun yang terkandung
·
Tekstur
·
Warna
hasil buah
Hasil penelitian menyatakan bahwa dugaan dengan semakin
masaknya buah, kandungan zat tepung dan zat gula makin meningkat. Sedangkan
kandungan vitamin C pada umumnya berkurang kecuali pada buah tomat,jeruk,mangga
dan apel. (Raswen Efendi dan Yusmarini,2012)
Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan dikenal
menjadi 2 istilah yang sulit dibedakan,ialah pematangan atau maturity yang
berarti bahwa buah tersebut menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum
bisa dimakan karena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau
pemasakan,dimana buah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak
(Afandi,1984).
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan
kematangan,pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi
kimia dan fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas
terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu
perubahan kandungan asam-asam organik,gula dan karbohidrat lainnya
(Kader,2002).
Perubahan tingkat keasaman dalam jaringan juga akan
mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalam enzim-enzim pektinase yang mengkatali degradasi
protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut. Perubahan
komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasa buah-buahan
(Sianturi,2008).
Oleh karena itu,tingkat kematangan buah sangat
mempengaruhi mutu buah buahan agar dapat diterima oleh konsumen.
B.
Bahan dan Alat
a.
Alat
·
Pisau
dapur
·
Refraktometer
b.
Bahan
·
Buah
tomat hijau
·
Buah
tomat hijau kemerahan
·
Buah
tomat merah
C.
Skema Kerja Tingkat Kekerasan (Visual) pada
Tomat
1. Disiapkan
buah tomat dengan warna yang berbeda sebanyak 3 buah dan dicuci di air mengalir
2. Amati
tingkat kekerasan buah tomat secara visual
3. Catat
hasil pengamatan pada tabel pengamatan
4.
Data Pengamatan
Tabel I. Pengamatan tingkat keserasian secara
visual pada tomat
Komoditi
|
Tingkat kekerasan
|
Tomat Hijau
|
Keras
|
Tomat Hijau Kemerahan
|
Agak Keras
|
Tomat merah
|
Lunak
|
Nb.Untuk menghitung
total padation terlarut tidak dipraktikumkan dikarenakan kondisi cuaca yang
mendun sehingga tidak ada cahaya.
5.
Pembahasan
Perbedaan niai dari kekerasan buah pada
tiap-tiap keadaan (warna yang berbeda dipengaruhi oleh tingkat kemasaman buah
tersebut. Pada buah toat hijau memiliki tingkat kekerasan yang keras karena
tomat tersebut masih mentah,untuk tomat hijau kemerahan memiliki tingkat
kekerasan yang agak keras hal ini dikarenakan tomat tersebut setengah masak
sedangkan untuk tomat merah tingkat kekerasannya adalah lunak karena buah tomat
tersebutsudah matang dan layak untuk dipanen atau diolah.
Perbedaan tingkat kekerasan pada buah tomat juga dipengarhi oleh varietas dan tingkat
etilen,tingkat respirasi dari komoditi itu sendiri. Laju respirasi pada buah
tomat yang berwarna hjau masih lambat. Untuk tomat yang berwarna hijau
kemerahan,laju respirasinya berjalan agak cepat dan tomat yang berwarna
merah,laju respirasinya cepat yang ditandai dengan melunaknya tekstur pada
permukaan buah.
Respirasi terjadi pada saat buah belum
dipanen dan pada saat buah sudah dipanen,pada ketiga buah tomat dalam percobaan
itu memiliki laju respirasi yang berbeda-beda esuai dengan komoditinya. Secara
visual saja,sebenarnya sudah terlihat adanya perbedaan yang signifikan diantara
ketiga buah tomat saja. Kekerasan pada buah disebabkan pati ataupun zat izi
kompleksi yang ada didalamnya belum terurai dengan sempurna menjadi zat yang
lebih sederhana.
Tingkat kematangan pada buah dapat
mempengaruhi mutu dari buah itu sendiri dan kematangan tersebut dilihat dari
warna dan teksturnya. Selain itu juga secara visual dapat dilihat ukuran
buahnya,karena biasanya buah yang sudah matang berukuran lebih besar
dibandingkan dengan buah yang masih mentah.
6.
Daftar Pustaka
Afandi,M.1984.Teknologi Buah &
sayur.Penerbit Alumni.Bandung.
Efendi,Raswen dan Yusmarini.2012.Penuntun
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.Unri Pers.Pekanbaru.
Kitonoja,L dan
A.A.Kader.2012.Praktek-Praktek
Penanganan Pascapanen skala kecil: Manual untuk Produk hortikultura
(Edisi ke 4) juli 2002. Pen.UtamaI.M.S.Denpasar.Universitas Udayana.
19
November 2012
Laporan-02
PENGARUH
PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN TERHADAP MUTU SAYUR-SAYURAN
A.
Latar Belakang
Tujuan utama penyimpana antara lain adalah:
·
Pengendalian
laju transportasi.
·
Pengendalian
laju respirasi.
·
Pengendalian
infeksi penyakit ,dan;
·
Mempertahankan
produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen(Raswen Efendi dan
Yusmarini,2012).
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan
dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah yang masih hidup,dicirikan dengan
adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung
untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi
ini,bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk
karbohidrat yang paling sederhana(gula) selanjutnya dioksidasi untuk
menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi adalah CO2,uap air dan
panas (salunkhe dan Desai,1984).
Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula
perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk
tersebut. Air yang dihasilkan,ditranpirasikan dan jika tidak dikendalikan
produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan
sebagai indeks yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar.
Oleh karena itu,perlu adanya penyimpanan yang dapat
mempertahankan mutu sayur-sayuran. Umur simpan dapat diperpanjang dengan
beberapa hal yaitu pengendalian penyakit-penyakit pascapanen,pengaturan
atmosfer,perlakuan kimiawi,penyinaran,pendinginan. Sampai sekarang pendinginan
merupakan satu-satunya cara yang paling ekonomis untuk penyimpanan jangka
panjang bagi buah-buahan dan sayur-sayuran. Cara-cara lain untuk mengendalikan
pematangan dan kerusakan paling banyak hanya merupakan pelengkap bagi suhu yang
rendah. Sesungguhnya cara-cara lainuntuk mempertahankan mutu tidak akan
berhasil dengan memuaskan tanpa pendinginan. Sayuran buncis mempunyai umur
simpan selama 7-10 hari pada suhu 4,4-7,2 °C dan Rh 90-95 (Raswen Efendi dan
Yusmarini,2012)
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu
penyimpana rendah,namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi
alaminya terhadap pertumbuhan organisme perusak. Oleh karena itu,lamanya umur
simpan ditentukan oleh interaksi oleh sinensensi alami (kehilangan kualitas),
pertumbuhan organisme,perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin
(Tranggono dan Sutardi,1990).
B.
Bahan dan Alat
Sayur buncis dan timbangan analitik,kertas
label,nampan.
C.
Skema Kerja
1.
Disiapkannsayur buncis dan dicuci bersih dengan
air yang mengalir
2. Ditimbang
masing-masing 50 gr untuk perlakuan disuhu kamar,suhu dingin dan suhu kamar +
suhu lembab
3.
Disimpan selama 14 hari
4.
Lakukan pengamatan berupa perubahan warna,berat
dan tingkat kekerasan.
5.
Data Pengamatan.
Tabel
.1. Pada hari 1
Suhu Penyimpanan
|
Perubahan Warna
|
Perubahan Berat
|
Perubahan Kekerasan
|
||
B. Awal
|
B. Akhir
|
Persentase
|
|||
Suhu kamar
|
Hijau
|
50,1
|
50,1
|
-
|
Keras
|
Suhu dingin
|
Hijau
|
51,4
|
51,4
|
-
|
Keras
|
S.Kamar+lembab
|
Hijau
|
49,1
|
49,1
|
-
|
keras
|
Tabel.2.Hari ke 7
Suhu Penyimpanan
|
Perubahan Warna
|
Perubahan Berat
|
Perubahan Kekerasan
|
||
B. Awal
|
B. Akhir
|
Persentase
|
|||
Suhu kamar
|
Agak Kuning
|
50,1
|
42,5
|
15,16%
|
Agak Lunak
|
Suhu dingin
|
Hijau
|
51,4
|
43
|
16,3%
|
Keras
|
S.Kamar+lembab
|
Agak kuning
|
49,1
|
41,9
|
14,66%
|
Agak lunak
|
Perhitungan:
Persentase Tabel 1 : Berat awal – Berat Akhir x 100 %
Berat
Awal
: 50,1 – 50,1 x 100 %
50,1
: 0 Untuk semua persentase pada suhu penyimpana di tabel 1
Persentase
tabel 2 :
Suhu Kamar : 50,1 – 42,5 x 100 % =
15,16 %
50,1
Suhu Dingin : 51,4 – 43 x 100 % =
16,3 %
51,4
Suhu Kamar+Lembab : 49,1
– 41,9 x 100 % = 14,66 %
49,1
6.
Pembahasan.
Pada Praktikum kali ini,bahan yang menjadi penelitian
adalah sayur buncis dimana akan diperlakukan melalui tiga perlakuan yaitu
disimpan di suhu kamar,suhu dingin dan suhu kamar + lembab. Suhu kamar = 50,1 ,
suhu dingin = 51,4 , suhu lembab = 49,1. Setelah disimpan ± 14 hari dan
dilakukan pengamatan pada hari ke-7, ternyata terdapat perbedaan akibat
perlakuan yang diberikan yaitu pada suhu kamar eratnya menjadi 42,5 gr sekitar
15,16 % kehilangan beratnya dari berat awal. Hal ini dikarenakan penyimpanan
suhu kamar dapat mempengaruhi mutu dari sayur buncis dan terjadi penyusutan,kemudian
teksturnya juga,menjadi lunak. Di udara terbuka atau suhu kamar terdapat
mikroba-mikroba yang bersifat perusak terhadap buah-buahan dan sayuran. Buncis
merupakan salah satu sayuran yang mudah rusak.
Pada suhu dingin didapat bera akhirnya yaitu 43 gr, jadi
sekitar 16,3 % terjadi penyusutan berat dari berat awal. Ini sedikit terjadi
keanehan karena tekstur yang sudah diamati yaitu masih keras,seharusnya berat
akhirnya tidak sampai kehilangan 16,3 % atau 43 gr (berat awal) kemungkinan hal
ini terjadi karena kurang telitinya praktikan pada saat dilakukannya
penimbangan dengan timbangan analitik. Memang penyimpana di suhu dingin juga
akan mengalami penurunan berat,tetapi tidak sampai dibawah suhu kamar dan suhu
lembab. Karena pada pendinginan tersebut mikroba perusak atau penyebab
kebusukan di inaktifkan atau dihambat perkembangannya.
Sedangkan pada suhu lembab,terjadi penurunan berat buncis
tetapi persentase kehilangannya berada dibawah suhu kamar yaitu 14,66 % dari
berat awal 49,1 gr. Teksturnya agak lunak disebabkan pada suhu lembab masih
terdapat aktivitas mikroba pembusuk sehingga masih dapat mempengaruhi mutu dari
sayur buncis. Penyimpanan pendinginan dapat mengurangi respirasi dan
metabolisme lainnya.
7.
Daftar Pustaka
Efendi,R dan Yusmarini.2012.Penuntun
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.Unri Press.Pekanbaru
Salunkhe,DK.Bhat,N.R and
Desai,BB.1990.Postarvest Biotechnologi of Flowers and Ornamental
Plants.Spinger-Verlag.
Trenggono dan Sutardi,1990. Biokomia dan
Teknologi pasca Panen. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
19 November 2012
Laporan- 03
PENGARUH ATMOSFER TERMODIFIKASI PADA BUAH
TOMAT DAN BUNCIS
A.
Latar Belakang
Untuk memperlambat pematangan buah dan sayur dapat
digunakan penyimpanan dengan pelastik (atmosfer termodifikasi). Perlambatan
proses pematangan sayur dan buah dapat diterangkan sebagai berikut, plastik
yang tertutup rapat mengubah (memodifikasi) udara sehingga tidak sama dengan
kondisi udara di luar kantong plastik (Raswen Efendi dan Yusmarini,2012).
Komposisi udara atau atmosfer tempat atau ruangan
penyimpanan sebaiknya dikendalikan agar komoditi yang disimpan tidak
menghasilkan maupun mengonsumsi gas. Jenis gas yang tidak dikehendaki berada
dalam konsentrasi yang tinggi dapat dibuang atau dikurangi dengan cara
menyerapnya menggunakan air atau kapur. Etilen dan senyawa volatil lainnya
dapat dibuang diruang simpan dengan menggunakan KMNO4. Katalisator oksidasi
atau cahaya UV:oksigen dapat dibuang dengan menggunakan prose pembakaran atau
penyaringan molekuler.
Untuk lebih memperpanjang masa simpan sayuran (dan juga
buah-buahan),dikembangkan cara penyimpanan pada atmosfer terkendali atau
termodifikasi (controlled atmosphere stroge;CAS dan modified atmosphere
stroge,MAS). Tabel dibawah ini diperlihatkan contoh kondisi penyimpanan pada
atmosfer terkendali beberapa jenis sayuran.
Tabel.1 Kondisi Penyimpanan Sistem atmosfer
terkendali
Jenis Sayuran
|
Keterangan
|
Buncis
|
Kombinasi O2 rendah (2-3 % ) dan CO2 tinggi dapat menghambat terjadinya
penguningan pada suhu 7 °C. Kandungan CO2 yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan rasa dan bau yang tidak dikehehdaki.
|
Tomat
|
Konsentrasi O2 (3 %) tanpa CO2 pada suhu 13
°C dapaymempertahankan warna dan rasa erta bau selama 6 minggu.
|
Wortel
|
Wortel dapat disimpan selama 6 bulan pada
suhu 2°C dengan konsentrasi O2 rendah (1-2 % ).
|
Brokoli
|
Penyimpanan pada CO2 tinggi (5-20 %) dapat
mempertahankan warna hijau dan tekstur serta diperlambatnya pertumbuhan
kapang.
|
Sumber
: Pantastico (1973) Halid (1991)
Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengkombinasikan metode penyimpanan dingin dengan pengaturan konsentrasi
oksigen dan karbondioksida di dalam ruangan pendingin. Pada prinsipnya sistem
CAS dan MAS dilakukan dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen dan
meningkatkan konsentrasi gas karbondioksida. Perbedaan CAS dan MAS adalah CAS
dilakukan diruang penyimpanan sedangkan MAS cukup dalam wadah tertutup (kantong
plastik).
B.
Alat dan Bahan
Buah tomat hijau,buncis dan timbangan
analitik,kertas label,nampan.
C.
Cara Kerja
1. Disiapkan
buah tomat dan buncis,kemudian dicuci bersih.
2.
Disiapkan buah tomat X1=1 buah,X2=2 buah
dan.
3.
Dimasukkan dalam pelastik dan diikat
dengan karet.
4.
Amati perubahan yang terjadi selama 14
hari
5.
Data Pengamatan
Tabel.1
Hari ke- 1
Suhu
Penyimpanan
|
Berat
Bahan
|
Perubahan
Berat
|
Perubahan
warna
|
||
B.awal
|
B.akhir
|
Persentase
|
|||
Tomat
|
1 Buah
|
68
|
68
|
-
|
Hijau
|
2 Buah
|
117,3
|
117,3
|
-
|
Hijau
|
|
Buncis
|
50 gr
|
50,3
|
50,3
|
-
|
Hijau
|
100 gr
|
102,8
|
102,8
|
-
|
Hijau
|
Tabel.2
Hari ke- 4
Suhu
Penyimpanan
|
Berat
Bahan
|
Perubahan
Berat
|
Perubahan
Warna
|
||
B.awal
|
B.akhir
|
Persentase
|
|||
Tomat
|
1 Buah
|
68
|
67,8
|
0,29 %
|
Hijau
|
2 Buah
|
117,3
|
117
|
0,25 %
|
Hijau
|
|
Buncis
|
50 gr
|
50,9
|
50,3
|
0,011 %
|
Hijau
|
100 gr
|
103,8
|
102,8
|
0,0096 %
|
Hijau
|
Tabel.3
Hari ke- 8
Suhu
Penyimpanan
|
Berat
Bahan
|
Perubahan
Berat
|
Perubahan
Warna
|
||
B.awal
|
B.akhir
|
Persentase
|
|||
Tomat
|
1 Buah
|
68
|
67,5
|
0,73 %
|
Agak Hijau
|
2 Buah
|
117,3
|
116,6
|
0,59 %
|
Hijau & Kuning
|
|
Buncis
|
50 gr
|
50,3
|
48,6
|
0,03 %
|
Agak kuning
|
100 gr
|
102,8
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Perhitungan :
(Hari
ke- 4)
Persentase tomat 1 buah = Berat
awal – Berat akhir x 100 %
Berat
awal
= 6,8 – 67,8 x 100 % = 0,29
%
68
Persentase tomat 2 buah = 117,3 – 117 x 100 % = 0,25 %
117,3
Buncis 50 gr = 50,9 – 50,3 x 100 % = 0,011
%
50,9
Buncis 100 gr = 103,8 – 102,8 x 100 % = 0,0096 %
103,8
(Hari
ke- 8)
Tomat 1 buah = 68 – 67,5 x 100 % =
0,73 %
68
Tomat 2 buah = 117,3 - 116,6 x 100 % = 0,59 %
117,3
Buncis 50 gr = 50,3 – 48,6 x 100 % = 0,03 %
50,3
Buncis 100 gr = 102,8 –Busuk x 100 % = Busuk
102,8
6.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah menguji atau mengetahui
pengaruh atmosfer termodifikasi pada buah tomat dan buncis,dimana dilakukan
beberapa perlakuan yaitu dengan menggunakan pengemasan berupa plastik dan
menggunakan ikatan berupa karet sebagai pengikat kemasan plastik tersebut.
Tomat dan buncis yang telah dicuci dan dikeringkan dimasukkan kedalam plastik
lalu diikat dengan karetkemudian disimpan di suhu kamar selama ± 4-8 hari.
Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 dan ke-8. Pada hari
ke-4 tomat yang 1 buah (x1) beratnya menjadi 67,8 gr semula beratnya adalah 68
gr,terjadi pengurangan berat yang sebesar 0,29 % dari berat awl sedangkan tomat
yang 2 buah (x2) beratnya menjadi 117 gr dari berat awal sehingga terjadi
pengurangan sebesar 0,25 %. Hal ini dikarenakan penyimpanan dengan atmosfer
termodifikasi dapat mengalami penurunan berat bahan tetapi penurunan itu dalam
persentase kecil. Untuk perubahan warna,tetap warna hijau ini berarti pengaruh
penyimpanan atmosfer termodifikasi tidak terlalu berpengaruh terlalu signifikan
untuk warna dan teknik ini bisa digunakan untuk mempertahankan warna komoditas.
Demikian juga untuk buncis,buncis yang beratnya 50,9 gr (berat awal) menjadi
50,3 gr jadi sekitar 0,011 % terjadi pengurangannya,untuk buncis yang beratnya
103,8 gr (berat awal) menjadi 102,8 gr,hanya terjadi pengurangan berat sebesar
0,0096 %. Sedangkan untuk warna masih berwarna hijau seperti sebelum dilakukan
penyimpanan.
(pada hari ke-8)
Pada hari ke-8 penurunan berat komoditas untuk tomat dan
buncis terjadi penurunan lebih besar dibandingkan hari ke-4,yaitu untuk tomat
sebesar 0,73 % (1 buah = X1) dan 0,59 % (2 buah = X2). Sedangkan untuk
buncis yang 50 gr / 53,0 (berat awal)
menjadi 48,6 gr atau mengalami penurunan sebesar 0,03 % untuk buncis yang
beratnya 102,8 (berat awal) setelah 8 hari menjadi busuk sehingga tidak bisa
dilakukan penimbangan,kondisinya sudah lunak dan berlendir. Sedangkan untuk
pengamatan warnanya terjadi perubahan yang signifikan yaitu berwarna
kekuningan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa penyimpana atmosfer
termodifikasi tidak terlalu mempengaruhi
(signifiksi) pada hari ke-4 tetapi sangat berpengaruh signifikan pada
hari ke-8, karena sudah ada komoditas yang mengalami kebusukan.
Penyimpana atmosfer terkendali pada suhu kamar juga
mengalami batasan waktu, dan saya menyimpulkan waktu penyimpana yang baik
adalah kurang dari 8 hari (lebih baiknya jika sampai 4 hari saja).
7.
Daftar Pustaka
Efendi,R. Dan Yusmarini.2012. Penuntun
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Unri Pres. Pekanbaru
Pantastico,E.B.1973.Post.Harvest
Physiology, Handling and utilization of Tropical and Subtropical Fruits and
Vegetables. The Avipubl.co.inc. Westport,Connecticut.
19
November 2012
Laporan
ke- 4
PENGARUH
CURING TERHADAP KENTANG
A.
Latar Belakang
Curing sering dilakukan pada sayuran seperti
bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena sinar
matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan
menggunakan uap secara terkendali. Proses curing cara efektif dan efisien untuk
mengurangi kehilangan air,perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi.
Perlakuan curing pada kentang, memberikan kemampuan permukaan yang
terpotong,pecah atau memar saat panen untuk melakukan penyembuhan melalui
perbaikan jaringan periderm pada bagian yang luka. Cara pemulihan kentang
dilakukan dengan menjemur kentang selama 1-2 jam sampai tanah yang menempel
pada umbi kering dan mudah dilepaskan atau umbi dibersihkan. Setelah itu,juga
segera disimpan ditempat yang dingin atau sejuk, untuk kentang segera disimpan
ditempat yang gelap (tidak ada penyinaran) (Unpad,2009).
Kentang pada suhu20-25 °C dengan kelembaban 90 % dan
terlindungi dari sinar matahari langsung akan menyebabkan:
·
Periderma
akan lebih kuat
·
Tahan
akan kerusakan mekanis atau fisis
·
Terlindung
dari mikroba pembusuk atau perusak.
Dengan temperatur tersebut biasanya umbi
kentang mempunyai rasa manis, hal ini disebabkan dengan berlangsungnya
pernafasan menjadi lambat. Pemecahan tepung menjadi gula ternyata tidak
seimbang dengan penggunaan zat pati (Raswen Efendi dan Yusmarini,2012).
B.
Alat dan Bahan
Buah kentang dan pisau,nampan,kertas label.
C.
Skema Kerja
1.
Disiapkan buah kentang di masing-masing kelompok
2.
Dicuci dengan air mengalir dan keringkan
3.
Dipotong miring pada bagian ujungnya
4.
Disimpan pada suhu kamar,suhu dingin dan lemabab
selama 14 hari
5.
Diamati perubahan yang terjadi yaitu pertumbuhan
kalus pada kentang disetiap perlakuan
6.
Data Hasil Pengamatan
Tabel.1 Pengamatan pengaruh curing pada
kentang
Suhu Penyimpanan
|
Berat (gr)
|
Pertumbuhan Kalus
|
Suhu Kamar
|
54,0 gr
|
Sedikit
|
Suhu Dingin
|
49,0 gr
|
Banyak
|
Suhu Kamar + Lembab
|
54,5 gr
|
Tidak ada
|
7.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengenai pengaruh curing
(perlakuan yang diberikan) terhadap kentang pada penyimpana di suhu kamar,suhu
dingin dan suhu lembab. Perlakuan curing yang diberikan berupa dipotong bagian
ujungnya dengan posisi miring pada ketiga sampel kemudian sampel tersebut
disimpan di tiga suhu penyimpanan yang berbeda agar hasilnya dapat
dibandingkan. Sebelum dipotong, kentang tersebut ditimbang terlebih dahulu
beratnya.
Penyimpanan yang dipraktikumkan itu selama 14
hari,kemudian diamati pertumbuhan kalusnya. Hasil pengamatannya menunjukkan
bahwa penyimpanan di suhu lembab pertumbuhan kalus yang tidak ada artinya suhu
lembab merupakan suhu penyimpana yang tidak berpotensi untuk menumbuhkan kalus,
sedangkan pada suhu dingin (kulkas) pertumbuhan kalusnya banyak. Seharusnya
disuhu lembab ada pertumbuhan kalus, karenahal ini sesuai dengan referensi dari
(Raswen Efendi dan Yusmarini,2012) yang mengatakan bahwa kentang pada suhu
20-25 °C dengan kelembaban 90 % dan terlindung dari sinar matahari langsung
akan menyebabkan:
·
Periderma
akan lebih kuat
·
Tahan
akan kerusakan mekanis atau fisis
·
Terlindung
dari mikroba perusak
Curing itu merupakan suatu perlakuan dimana kentang yang
segar tersebut diberi luka (potongan) dan kentang tersebut dapat memulihkan
dirinya dengan menumbuhkan kalus sehingga dapat terlindung dari mikroba perusak
dan suhu dingin serta lembab tersebut yang cocok untuk tumbuhnya kalus,mungkin
saja pada saat pengamatan praktikan kurang memperhatikan kalus tersebut kurang
teliti dan harus hati-hati dalam pengamatannya.
Pada suhu kamar, pertumbuhan kalus pada kentang sedikit
karena saat disimpan disuhu kamar,sampel masih terkena sinar matahari yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus pada kentang.
8.
Daftar Pustaka
Efendi.R dan Yusmarini.2012.Penuntun
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.Unri Press.Pekanbaru.
Unpad.2009.Penanganan Pasca Panen Hasil
Pertanian. http://pustaka.unpadac.id/wp.content/uploads/2009//11/penanganan-pasca-panen-hasil-pertanian.pdf
19 November 2012
Laporan ke- 5
PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP REAKSI BROWNING
PADA KENTANG
A.
Latar belakang
Kentang (Solanum
tuberosum.L) merupakan satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman
sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai
arti penting dalam perekonomian.
Kentang merupakan salah satu sayuran yang mendapat
prioritas dengan tumbuhnya industri pengolahan pangan karena mendatangkan keuntungan
bagi petani,mempunyai dampak baik dalam pemasaran dan ekspor,tidak mudah rusak
dan merupakan sumber kalori yang baik (Susanto dan Saneto,1994).
Salah satu permintaan pasar akan kentang sangat besar
terutama jika diolah menjadi French fries. French fries merupakan makanan
ringan (snack food) yang lebih mengutamakan kenampakan (appearance),kerenyahan
(texture), dan warna dibandingkan kandungan gizinya. Masalah utama yang biasa
dihadapi pada pembuatan french fries adalah sangat mudah mengalami perubahan
warna terutama terjadinya pencoklatan (browning) akibat senyawa fenol yang
terkandung didalam umbi kentang dan teksturnya menjadi lembek setelah diolah
(Susanto dan Saneto,1994).
Kentang (Solanum tuberosum.L) mudah mengalami pencoklatan
(browning) bila penanganannya kurang baik,salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah asam askorbat,tirosin,enzim polifenol oksidase dan oksigen yang
tersedia. Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses
enzimatik,disebabkan adanya enzim Ppo dan tirosin yang berperan sebagai
substrat sedangkan non enzimatik disebabkan karena reaksi Meillard,karamelisasi
atau oksidasi asam askorbat (Richardson,1983).
Proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas
produk dan menurunkan minat konsumen (Friedman,1990).
Proses pencoklatan sebenarnya dimulai dari kentang
dikupas,dipotong-potong,oksidasi asam askorbat,senyawa fenol seperti senyawa
tirosin sebagai substrat,akan dikatalis enzim Ppo menjadi quinon dan
bermolimerasi membentuk O quinon sehingga menghasilkan warna kecoklatan (Bill
Dean,1992).
Penentuan asam saskorbat daklam varietas kentang
digunakan untuk proses penghambatan pencoklatan kentang atau proses browning
(inhibitor),karena menurut Mondy,1993.asam askorbat dapat menghanbat enzim PPO
pembentuk melanin. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri untuk
menentukan tirosin. Asam askorbat,aktivitas enzim PPO dari perubahan warna
kentang dengan metode Marshell Soil Colour Chart.
Asam askorbat dapat berfungsi pada reaksi enzimatik dan
non enzimatik (Eskin,1992).
OH O
OH -2 H O
Oksidasi
Kuinol Kuinon
(Raswen
Efendi dan Yusmarini,2012)
B.
Bahan dan Alat
Bahan :
Buah kentang
Alat :
Nampan, kertas label
C.
Cara Kerja
1.
Disiapkan buah kentang dan dicuci dengan air
yang mengalir .
2.
Dikeringkan dan ditimbang masing-masing seberat
100 gr.
3.
Diamati penilaian Organdeptik rasa dan aroma
setelah digoreng pada perlakuan suhu kamar dan suhu dengan pada hari ke- 14
4.
Data Pengamatan
Tabel.1 Pengamatan penyimpangan kentang
(Reaksi Browning) sebelum digoreng
Suhu Penyimpanan
|
Berat Awal
|
Warna
|
Suhu Kamar
|
71,7 gr
|
Kuning
|
Suhu Dingin
|
67,4 gr
|
Sangat Kuning
|
Tabel.2 Pengamatan setelah digoreng
Suhu Penyimpanan
|
Penilaian Organdeptik
|
|
Warna
|
Rasa
|
|
Suhu Kamar
|
Kuning
|
Agak manis
|
Suhu Dingin
|
Antara kuning & Tidak Kuning
|
Antara manis & tidak manis
|
Data Pengamatan Organoleptik Kentang
Tabel.3 sebelum digoreng”warna”
Panelis
|
Suhu Kamar
|
Suhu Dingin
|
P1
|
2
|
1
|
P2
|
2
|
1
|
P3
|
2
|
1
|
P4
|
2
|
1
|
P5
|
2
|
1
|
P6
|
2
|
1
|
P7
|
2
|
1
|
P8
|
2
|
1
|
P9
|
2
|
1
|
Jumlah
|
18
|
9
|
Tabel.4 Sesudah digoreng
panelis
|
Suhu Kamar
|
Suhu Dingin
|
||
W
|
R
|
W
|
R
|
|
P1
|
2
|
5
|
4
|
3
|
P2
|
2
|
5
|
1
|
3
|
P3
|
2
|
5
|
4
|
5
|
P4
|
2
|
5
|
4
|
3
|
P5
|
2
|
5
|
4
|
4
|
P6
|
2
|
4
|
3
|
2
|
P7
|
2
|
4
|
4
|
4
|
P8
|
2
|
3
|
2
|
4
|
P9
|
2
|
5
|
4
|
4
|
Jumlah
|
18
|
41
|
29
|
32
|
Rata2x
|
2
|
4
|
3
|
3
|
Perhitungan : Rata warna Suhu Kamar & Dingin
: 18 = 2
9
: 9
9
Perhitungan
(Rata-rata)
Warna
suhu kamar : 18 = 2
9
Warna
suhu dingin : 29 =
3,2
9
Rasa suhu kamar : 41 = 4,5
9
Rasa suhu dingin : 32 = 3,5
9
Keterangan :
Warna
1.
Sangat
Kuning
2.
Kuning
3.
Antara
kuning dan tidak kuning
4.
Agak
kuning
5.
Tidak
kuning
Rasa
1.
Sangat
manis
2.
Manis
3.
Netral
4.
Agak
manis
5.
Tidak
manis atau kelat
5.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini,tenyang pengaruh penyimpanan
terhadap reaksi browning pada kentang. Dimana perlakuan yang diberikan pada
kentang/sampel adalah penyimpanan di dua suhu yang berbeda,yaitu suhu kamar dan
suhu dingin sedangkan untuk sampelnya sendiri dibiarkan dalam keadaan utuh.
Hasil data pengamatan yang dilakukan itu ada dua
pengamatan organoliptik yaitu sebelum digoreng dan sesudah digoreng. Sebelim
digoreng,kentong berwarna sangat kuning sedangkan setelah digoreng kentang
tersebut berwarna antara kuning dan tidak kuningatau dapat disebut netral. Ini
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dan suhu dingin dapat dikatakan
ada pengaruhnya terhadap kentang terutama dalam reaksi browning.
Seperti yang kita ketahui,bahwa kentang merupakan
komoditas bahan pangan yang mudah mengalami browning atau reaksi pencoklatan
tersebut akan kita ketahui setelah dilakukan pemanasan/penggorengan. Pada
kentang yang disimpan pada suhu dingin dan setelah dilakukan penggorenganwarna
kentang memang berubah tetapi perubahannya menjadi netral. Menurut latar
belakang teori yang saya dapat yaitu pada french fries, Susanto dan Saneto,1994
menyatakan bahwa french fries sangat mudah mengalami perubahan terutama terjadi
pencoklatan,akibat senyawa fenol yang terkandung didalam umbi kentang dan
teksturnya lembek setelah diolah. Menurut saya warna kentang pada suhu dingin
yang sangat kuning,seharusnya setelah digoreng warnanyamenjadi mendekati
kecokelat-cokelatan,tetapi hal yang didapat antara kuning dan tidak kuning
(netral). Mungkin hal ini diakibatkan suhu dingin yang mempengaruhinya. Untuk
rasa kentang setelah digoreng,penyimpanan suhu kamar lebih enak yaitu agak
manis dibandingkan dengan yang disimpan di suhu dingin (netral).
6.
Daftar Pustaka
Dean,B,et
al,1992, Difference in Free and Protein Boound Tyrosine Among Potato Genotypes
and the Relationshipto Internal Blockspot Resistence,Am Potato Journal.67.
Efendi,R. Dan Yusmarini,2012. Penuntun
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.Unri Press.Pekanbaru.
Eskin,N.A.M.,et al,1991. Biochemistry of Food.
Academic Prees.New York.11 6 121.
Fredman M.and Pert, I.M.1990.Inhioction of
Broeving by Sulfur Amino acid Apple and Potatoes,J.Agric.Food Chemistry 38,
1652-1656.
Mondy,N.1
and C.B.Munshi.1992. Effect Type of Potasium Fertilizer dis Coloration and Phenolic,Ascorbic
Alic and Lipid Contents of Potatoes.J.Agric.Food Chemistry,41,6,849-852.
Richardson T.1991. Enzymes O.R.Ed Food
Chemistry Principles on Food Sei,,Part1.Morcel Dekker.Inc New York and Baach.PP
285
Susanto.T dan B.Saneto.1994.Teknologi Pengolahan.PT
Bina Ilmu,Surabaya.206 hal.
Laporan ke-6
PENGARUH BERAT ATAU VOLUME PADA KENTANG
A.
Latar Belakang
Laju respirasi merupakan petunjuk untuk daya simpan buah
sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagi ukuran laju jalannya
metabolisme dan oleh karena itu,sering dianggap sebagai petunjuk mengenai
potensi daya simpan buah (Pantastico,1993).
Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik
menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditunjukkan untuk
memenuhi energi sel agar tetap hidup. Berdasrkan pola respirasi dan produksi
etilen selama pendewasaan dan pematangan produk nabati dibedakan menjadi
klimaterik dan non klimaterik. Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan
kecendrungan lebih mudah rusak (Muchtadi,2009).
Salah satu yang dapat mempengaruhi laju respirasi adalah
ukuran produk. Kentang yang kecil mempunyai laju respirasi yang lebih besar
dari pada kentang yang berukuran kecil. Hal ini ada hubungannya dengan fenomena
permukaan,jaringan-jaringan yang kecil mempunyai permukaan lebih luas yang
bersentuhan dengan udara. Oleh karena itulebih banyak O2 dapat berdifusi
kedalam jaringan.
B.
Bahan dan Alat
Bahan :
kentang besar dan kentang kecil
Alat :
Timbangan analitik,kertas label dan nampan.
C.
Skema Kerja
1. Disiapkan buah kentang.
2. Dicuci dengan air mengalir.
3. Dicuci dengan air mengalir.
4. Kemudian dikeringkan.
5. Timbang masing-masing sampel.
6. Kemudian beri kertas label.
7. Simpan pada suhu kamar.
8. Amati setelah 14 hari.
D.
Data Pengamatan
Tabel.1 Pengamatan kentang hari ke-1
Komoditi
|
Perubahan Berat
|
||
Berta Awal
|
Berat Akhir
|
Persentase
|
|
Kentang Besar
|
121,8 gr
|
121,8 gr
|
-
|
Kentang Kecil
|
57,4 gr
|
57,4 gr
|
-
|
Tabel.2 Pengamatan kentang hari ke-3
Komoditi
|
Perubahan Berat
|
||
Berta Awal
|
Berat Akhir
|
Persentase
|
|
Kentang Besar
|
121,8 gr
|
121,1 gr
|
0,57 %
|
Kentang Kecil
|
57,4 gr
|
57,0 gr
|
0,696 %
|
Tabel.3 Pengamatan kentang ke-5
Komoditi
|
Perubahan Berat
|
||
Berta Awal
|
Berat Akhir
|
Persentase
|
|
Kentang Besar
|
121,8 gr
|
120,1 gr
|
0,82 %
|
Kentang Kecil
|
57,4 gr
|
56,7 gr
|
0,52 %
|
Perhitungan
Tabel.1 (Persentase)
·
Kentag besar = Berat awal – Berat akhir x 100 %
Berat awal
= 121,8 – 121,8 x 100 % = 0
121,8
·
Kentang kecil = 57,4 – 57,4 x 100 % = 0
57,4
Tabel.2
·
Kentang besar = 121,8 -121,1 x 100 % = 0,57 %
121,8
·
Kentang kecil = 57,4 -57,0 x 100 % =
0,696 %
57,4
Tabel.3
·
Kentang besar = 121,1 – 120,1 x 100 % = 0,82 %
12,8
·
Kentang kecil = 57,0 – 56,7 x 100 % = 0,52 %
57,0
E.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang pengaruh berat/volume
pada kentang yang berkaitan dengan laju respirasi,dimana sempel kentang yang
digunakan berukuran kecil dan besar. Kedua sampel tersebut disimpan pada suhu
kamar selama 14 hari,setelah itu sampel tersebut diorganoleptik/diamati.
Pada hari pertama tidak terjadi perubahan persentase
sedangkan pada hari ke-3 pengamatan didapatkan hasil bahwa permukaan berat yang
paling tinggi ada pada kentang kecil yaitu 57,4 gr menjadi 57,0 gr atau sekitar
0,696 % perubahan beratnya jika dibandingkan dengan kentang besa yang berat
awalnya 121,8 gr menjadi 121,1 atau
sekitar 0,57 %. Hal ini menunjukkan laju respirasi sangat cepat sehingga
pengaruhnya terhadap berat/volumenya berubah signifikan dibandingkan dengan
kentang besar.
Pada hari 5, justru hasilnya bertolak belakang dengan
referensi yang didapat, bahwa kentang kecil itu mempunyai laju respirasi yang
lebih besar dari pada kentang besar (R.Efendi dan Yusmaini,2012).
Hasil yang diperoleh menunjukkan kentang
besar memiliki perubahan berat yang lebih besar daripada kentang kecil,
persentasenya adalah 0,82%, sedangkan kentang kecil persentasenya sebesar
0,25%. Mungkin saja hal ini karena praktikan saat penimbangan atau hal ini
benar adanya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya.
F. Daftar
Pustaka
Evendi, Raswen dan Yusmaini.Penuntun Praktikum Fisiologi Pasca Panen.
Ur Press. Pekanbaru
Pantostico.1993. Pustharvest Phisiology,
Hendling and Utilization of Tropical and Sub-tropical Fruits and Veetables. The
Avi Publishing Company.Inc. Connecticut.
Laporan 7
PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP PERUBAHAN
BERAT TEPUNG TERIGU
A. Pendahuluan
Faktor
yangg mempengaruhi daya simpan produk yang dapat diatur oleh manusia adalah
kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi akan mengurangi kehilangan
air dar produk olahan dan sebab itu
dapat memperlambat kekeringan. Namun akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme
pada permulaannya. (Raswen Efendi dan Yusmaini,2012).
Kelembaban
udara adalah tingkat kebebasan udara karena dalam udara air selalu terkandung
dalam bentuk uap air. Kandungan uap air
dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin.
Macam- macam kelembaban udara sebagai berikut
:
1.
Keelembaban
relatif/ nisbi
Perubahan relatif
jumlah uap di udara dengan yang terkandung diudara pada suhu yang sama.
2.
Kelembaban
absolut/ mutlak
Banyaknya uap air
dalam gram pada 1 m3.(Kusnadi, R.2010). Kualitas tepung terigu
dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu) dan beberapa para meter
fifsik lainnya seperti water absorption, development time, stability dll.
Faktor yang mempengaruhi daya simpan produk
yang dapat diatur oleh manusia adalah kelembaban udara. Kelembaban udara yang
tinggi akan mengurangi kehilangan air dari produk olahan dan sebab itu memperlambat
kekeringan, namun akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaannya. (Raswen Efendi dan Yusmaini, 2012).
B. Bahan
dan Alat
(Bahan) (Alat)
-
Tepung
terigu - Cawan dan Timbangan
analitik
C. Skema
Kerja
1. Tepung Terigu Ditimbang Seberat 50 gram.
2. Kemudian diletakkan diwadah (cawen).
3. Disimpan pada suhu kamar + lembab.
4. Amati
perubahan beratnya selama 7 hari.
D. Data
Hasil Pengamatan
Tabel
data 1. Hari ke- 1
Suhu Penyimpanan
|
Perubahan Berat
|
||
Berat Asal
|
Berat Akhir
|
Persentase
|
|
Suhu Kamar + Lembab Suhu Kamar
|
50 gr
|
50 gr
|
0
|
50 gr
|
50 gr
|
0
|
Tabel
data 2. Hari ke- 7
Suhu Penyimpanan
|
Perubahan Berat
|
||
Berat Asal
|
Berat Akhir
|
Persentase
|
|
Suhu Kamar + Lembab Suhu Kamar
|
50 gr
|
52,5 gr
|
5%
|
Rusak
|
Rusak
|
-
|
Persentase %
= Berat Awal – Berat Akhir x 100%
Berat
Awal
= 50 gr -52,5 gr x 100%
50
gr
= 5 %
E.
Pembahasan
Pada
praktikum kali ini adalah mengenai pengaruh kelembaban terhadap berat tepung
terigu, dimana bahan dasar yang digunakan adalah tepung terigu, sedangkan
perlakuan yang diberikan adalah penyimpanan disuhu lembab dan suhu kamar.
Data pengamatan menunjukkan bahwa terdapat
perubahan berat yang dialami oleh tepung terigu, yaitu dari berat awal 50 gram
atau di persentasikan kenaikan beratnya sebesar 5 % dari berat awal. Hal ini
menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu lembab dapat mempengaruhi berat tepung
terigu, mungkin ini disebabkan terjadi penyerapan air saat penyimpanan sehingga berat tepung terigu
dihari ke- 7 bertambah.
Pada
suhu kamar tidak dilakukan pengamatan pada hari ke- 7 karena terjadi kerusakan
fisik pada tepung terigu.
F.
Daftar Pustaka
Efendi Raswen dan Yusmaini. 2012. Penuntun
Praktikum Fisologi dan Teknologi Pasca Panen. Ur.Press. Pekanbaru
R. Kusnadi.2012 Kelembaban Udara.
Blogspot.com/2010/09/Kelembaban Udara.html
0 komentar "Laporan Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Kita adalah penjelajah,,tinggalkanlah jejak anda dimanapun anda kunjungi.
semoga bermanfaat