SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Latar Belakang I (Motivasi Peran Serta Pemuda &
Mahasiswa Dalam Bela Negara).
A. Motivasi Historis
1.
Masa Perjuangan Pergerakan Nasional (Boedi Oetomo 20
Mei 1908 dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928).
2.
Masa Pendudukan Jepang (Barisan GAKUKOTAI – Pasukan
Pelajar Mahasiswa Bentukan Jepang dan Ikrar Pemuda Menteng Jakarta 3 Juni
1945).
3.
Masa Kemerdekaan (TRIP, TP, TGP, MOBPEL, CM, BKR
Pelajar dan TKR Pelajar).
B. Motivasi Sifat dan Watak Kepribadian Bangsa
Indonesia
1.
Konstitusi dan Tata Kehidupan dalam Bernegara dan
Bermasyarakat.
2.
Kegotongroyongan yang Berazaskan Kekeluargaan.
C. Motivasi Sosiologis
1.
Kemerdekaan dan Lingkungan sebagai Makluk.
2.
Kemerdekaan dan Kepentingan Kedaulatan Negara.
3.
Motivasi Tuntutan Perkembangan Teknologi Modern
(Perang bersifat total semesta)
E. Motivasi Yuridis
1.
UUD 1945 Pasal 30.
2.
TAP MPR RI (1973, 1978, 1983 dan 1988).
3.
UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara,
yang diganti dengan UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pertahanan Keamanan
Negara.
4.
UU Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan UU Nomor 20
Tahun 1982.
5.
UU Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya.
6.
UU Nomor 75 Tahun 1957 tentang Veteran Pejuang.
7.
UU Nomor 14 Tahun 1962 tentang Penerapan PERPU Nomor
1 Tahun 1962 tentang Mobilisasi Umum.
8.
PP Nomor 51 Tahun 1963 tentang Cadangan Nasional.
9.
Keppres Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan
Organisasi Hansip Wankamra.
Latar Belakang II (Keterlibatan Pelajar &
Mahasiswa Dalam Sejarah Perjuangan Nasional).
A. Masa Perjuangan Pergerakan Nasional.
Sejarah
perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya
gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA
Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian
menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka
terdapat cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi
kolonial Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi
ini merupakan salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan
dan selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti
Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.
Mahasiswa
Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan Indische Verenigde (VI)
yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia (PI), kemudian pada tahun 1922
berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Sejak itu hingga tahun 1924
PI tegas menuntut kemerdekaan Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda
mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru
bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar
negeri.
Perhimpoenan
Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI-1926) dan
Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi pemuda dan mahasiswa yang
memiliki andil besar dalam merintis dan menyelenggarakan Kongres Pemoeda
Indonesia tahun 1928, kemudian tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian,
semangat persatuan dan kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda
Indonesia dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka.
B. Masa Pendudukan Jepang.
Tekanan
pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi
terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian
para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang
pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan
menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat
untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut
kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3 Joeni 1945.
Menjelang
Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat
posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak
ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan pelajar dan mahasiswa yang
dibentuk oleh Jepang disebut dengan “GAKUKOTAI”.
C. Masa Kemerdekaan.
Meskipun
kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan mahasiswa
terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945, PPKI
membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar. Setelah
mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR,
sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar.
Pada
tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan
Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan
mahasiswa mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara
lain: TRIP, TP, TGP, MOBPEL dan CM.
Pada
tanggal 3 Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru untuk mengubah
TRI menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu wilayah negara
kesatuan, yaitu tentara nasional hanya mengenal satu komandan. Dengan demikian
maka laskar dan barisan pejuang melebur menjadi satu dalam TNI. Sementara itu
laskar pelajar dan mahasiswa disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal
sebagai “Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di
kalangan pemuda pelajar dan mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat
nilai-nilai persatuan dan kesatuan, kemerdekaan serta cinta tanah air, dalam
kadarnya yang lebih tinggi. Semangat berjuang, berkorban dan militansi untuk
mencapai cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi pemuda pelajar dan mahasiswa
yang tidak pernah padam hingga sekarang, yaitu dengan mengisi kemerdekaan
melalui pembangunan nasional.
TERBENTUKNYA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Masa Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia.
1.
Dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan RI sebagai
hasil keputusan Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 di Den Haag, maka
perang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa raga dan penderitaan rakyat
berakhir sudah. Karenanya Pemerintah memandang perlu agar para pemuda pelajar
dan mahasiswa yang telah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, dapat
menentukan masa depannya, yaitu perlu diberi kesempatan untuk melanjutkan tugas
pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31 Januari 1952 Pemerintah
melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar. Para
anggotanya diberi dua pilihan, terus mengabdi sebagai prajurit TNI atau
melanjutkan studi.
2.
Kondisi sosial ekonomi dan politik di dalam negeri
sebagai akibat dari pengerahan tenaga rakyat dalam perang kemerdekaan, dianggap
perlu diatur dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Maka dikeluarkanlah UU Nomor
29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara. Pada dekade 1950-an, ternyata
perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan terjadi di tengah-tengah
perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu antara lain DI/TII,
pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya. Pemberontakan meminta banyak korban
dan penderitaan rakyat banyak. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang, karena
situasi tidak aman dan penuh kecemasan.
3.
Memperhatikan kondisi semacam itu, satu tradisi
lahir kembali. Para mahasiswa terjun dalam perjuangan bersenjata untuk ikut
serta mempertahankan membela NKRI bersama-sama ABRI. Sebagai realisasi
pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 1954, diselenggarakan
Wajib Latih di kalangan mahasiswa dengan pilot proyek di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959 - 14 September 1959, yang kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959).
WALA 59 merupakan batalyon inti mahasiswa yang merupakan cikal bakal Resimen
Mahasiswa sekarang ini. Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di Kalimantan Selatan.
Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila
perlu ikut memanggul senapan medan laga. Mahasiswa Wajib Latih ini dididik di
Kodam VI/Siliwangi dan para mahasiswa ini diberi hak untuk mengenakan lambang
Siliwangi. Bermula dari itulah, pada masa demokrasi terpimpin dengan politik
konfrontasi dalam hubungan luar negeri, telah menggugah semangat patriotisme
dan kebangsaan mahasiswa untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa sebagai
sukarelawan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kemiliteran selanjutnya
dilaksanakan untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai potensi pertahanan dan
keamanan negara melalui RINWA (Resimen Induk Mahasiswa), yang selanjutnya
namanya berubah menjadi MENWA (Resimen Mahasiswa).
Masa Orde Lama.
Persiapan
perebutan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan nasional.
Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional Nomor:
MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai
“Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa”. Dengan dicanangkannya operasi pembebasan
Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk
menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962
tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi.
Berikutnya, kedua keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa
Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang
Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan
Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk
Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri
PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen Induk Mahasiswa. Sejak TRIKORA
bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak sehingga
timbul rencana pendidikan perwira cadangan di perguruan tinggi. Berdasarkan dua
surat keputusan Pangdam VI/Siliwangi maka oleh pihak perguruan tinggi pada 20 Januari 1962 dibentuk
suatu badan koordinasi yang diberi nama Badan
Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi,
yang beranggotakan:
1.
Prof. drg. R.G. Surya Sumantri (Rektor Unpad) selaku
Koordinator,
2.
Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku Wakil
Koordinator I,
3.
Drs. Kusdarminto (Pembantu Rektor Unpar) selaku
Wakil Koordinator II,
4.
Mayor Moch. Sunarman (Puspsiad) selaku Sekretaris.
Pada
bulan Februari 1962 diadakan refreshing course selama 10
(sepuluh) minggu di Resimen Induk Infanteri dan dilanjutkan dengan latihan
selama 14 (empat belas) hari yang dikenal dengan sebutan Latihan Pasopati. Pada 20 Mei 1962 anggota WAjib Latih Mahasiswa 1959 dilantik oleh
Pangdam VI/Siliwangi menjadi bagian organik dari Kodam VI/Siliwangi.
Dalam rencana kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini
sudah terlaksana sejak permulaan semester kedua TA. 1962/1963 termasuk
pembentukan kader inti puteri. Mahasiswa-mahasiswa Jawa Barat (Bandung
khususnya) mengikuti latihan di Bihbul, tempat penggodokan prajurit-prajurit
TNI (sekarang Secaba Rindam III/Siliwangi). Satuan-satuan inti dari Batalyon
Mahasiswa dari beberapa Universitas dan Akademi dikirim ke tempat ini dibawah
asuhan pelatih-pelatih dari RINSIL (Resimen Induk Siliwangi). 12 Juni 1964
keluarlah Surat Keputusan Menteri Koordinator Komponen Pertahanan
dan Keamanan (Jend. A.H. Nasution) yang mengesahkan Dhuaja Resimen
Mahawarman. Penyerahan Dhuaja ini dilakukan sendiri oleh A.H. Nasution. Garuda
Mahawarman resmi berdiri berdampingan dengan Harimau Siliwangi.
Tahun
1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21 April
1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan
Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/65 dan
Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Mahasiswa, Menwa ikut serta
mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai
bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971, sebanyak
802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya Lencana
Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, di mana Menwa memiliki andil yang besar dalam
membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan
ancaman, sehingga pada tanggal 28 September
1965, Ketua PKI D.N. Aidit menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen
Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu
tidak berhasil.
Masa Orde Baru.
Peran
Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara,
sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Orde Baru, keterlibatan
Menwa cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan
menjadi bagian dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, operasi
teritorial di Timor Timur dan sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan
latihan dasar kemiliteran untuk menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa
juga terus dilaksanakan.
Di
lain pihak, di lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan
keputusan untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAWA) dan wajib militer bagi
mahasiswa (WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor: Kep/B/32/1968 tanggal
14 Februari 1968 tentang Pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem
Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasionalisasinya
dengan Keputusan Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walawa Nomor 2 Tahun 1968
dan Nomor: Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan
Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan
Bersama Menhankam/Pangab dan Menteri P & K Nomor: Kep/21/B/1973 dan Nomor:
0228/U/1973 tanggal 31 Desember 1973. Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh mahasiswa
dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.
Program
WALAWA pada tahun 1974 dibubarkan. Dan pada tahun 1975 sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa terus diupayakan.
Setelah dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri
RI Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246 a/U/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975
tanggal 11 November
1975 tentang
Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa Dalam Rangka Mengikutsertakan Rakyat
dalam Pembelaan Negara, disebutkan bahwa Resimen Mahasiswa dibentuk menurut
pembagian wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sehingga berjumlah 27 Resimen
Mahasiswa di Indonesia. Sedangkan keanggotaan Menwa adalah mahasiswa yang telah
lulus pendidikan Menwa (latihan dasar kemiliteran) dan Alumni Walawa.
Sebagai
pelaksanaan ketentuan tersebut di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama
Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri RI Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor:
05/a/u/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tanggal 19 Januari
1978 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa, hingga dilakukan
lagi penyempurnaan peraturan pada tahun 1994.
Pada
tanggal 28 Desember
1994 Organisasi
Menwa mengalami penyempurnaan melalui Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud
dan Mendagri RI Nomor: Kep/11/XII/1994, Nomor: 0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun
1994 tentang Pembinaan Dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.
Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan serangkaian keputusan pada
Direktur Jenderal terkait dari ketiga Departemen Pembina, yang terdiri atas
Keputusan Dirjen Persmanvet Dephankam RI Nomor: Kep/03/III/1996 tanggal 14
Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Resimen
Mahasiswa, Nomor: Kep/04/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pakaian Seragam, Dhuaja dan Tunggul Resimen Mahasiswa dan
Pemakaiannya dan Nomor: Kep/05/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Peraturan
Disiplin Resimen Mahasiswa. Serta Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor:
522/Dikti/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa
di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Masa Reformasi.
Pada
masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI,
berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap
merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian
muncul tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun
2000.
Menyikapi
tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik
Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai
koordinasi tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung,
Yogyakarta dan di Jakarta.
Para
Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa
Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan
mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal sampai
pertengahan tahun 2000.
Pada
akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang
Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di
Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan
Bersama 3 Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru.
Pada
tanggal 11 Oktober
2000 diterbitkan
Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor:
6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan
Resimen Mahasiswa. Sebagai pelaksanaan ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut,
dikeluarkan serangkaian surat dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina,
yakni: Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19
Januari 2001, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001
tanggal 23 Januari 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol Depdagri RI Nomor:
340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002. Tetapi isi dari ketiga surat para Dirjen
tersebut bukanlah sebagai Petunjuk Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis dari KB 3
Menteri Tahun 2000 dimaksud.
Para
Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai pertemuan
yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional
sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Cors Resimen Mahasiswa Indonesia
(BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Kongres I Resimen Mahasiswa
Indonesia tahun 2002 di Medan. Terpilih sebagai Kepala Badan Koordinasi
Nasional Corps Resimen Mahasiswa Indonesia adalah: Wisnu Kumoro.
Walaupun
arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan belum
terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3
Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya
adalah sebagai pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang
dikoordinasikan oleh Dephan RI untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember
2004 sampai dengan pertengahan 2005. Demikian juga ketika terdapat bencana
gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Menwa dari berbagai daerah juga
mengirimkan relawannya.
Seiring
dengan berjalannya waktu kinerja BAKORNAS CRMI sebagai wadah Menwa tingkat
nasional dirasa kurang optimal sehingga pada tanggal 24-26 Juli 2006
diselenggarakan Rapat Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia di Jakarta,
yang menghasilkan terbentuknya Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia
(KONAS MENWA) sebagai pengganti BAKORNAS CRMI. Terpilih sebagai Komandan
Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia adalah: A. Riza Patria (NBP.
89690720539).
Beberapa
keputusan yang dihasilkan oleh Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia
adalah:
1.
Keputusan Rapat Komando Nasional Resimen Mahasiswa
Indonesia Nomor: 002/RAKOMNAS/VII/2006 tentang Pengesahan Petunjuk Pelaksanaan
dan Petunjuk Teknis Pembinaan Organisasi.
2.
Keputusan Komandan Komando Nasional Resimen
Mahasiswa Indonesia Nomor: Kep-001/KONAS/VII/2007 tanggal 26 Juli 2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela
Negara.
3.
Keputusan Komandan Komando Nasional Resimen
Mahasiswa Indonesia Nomor: Kep-004/KONAS/VII/2007 tanggal 26 Juli 2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa.
BUNG
KARNO DAN RESIMEN MAHASISWA
Pada
sekitar awal tahun 1960, Bung Karno melakukan kunjungan kerja ke Bandung untuk
menyampaikan kuliah umum kepada para Mahasiswa Bandung di halaman depan Kampus
ITB Jl. Ganesha.
Setiba
di Lapangan Udara Andir (Husein Sastranegara) Presiden/Panglima Tertinggi
Soekarno disambut oleh Penguasa Perang Daerah/Panglima Kodam VI Siliwangi Kol.
R.A. Kosasih. Setelah menyalami para penyambutnya kemudian Presiden dipersilakan
untuk memeriksa Pasukan Jajar Kehormatan bersenjata dengan sangkur
(penghormatan senjata dengan pasang sangkur menurut ketentuan hanya diberikan
kepada Sang Saka Merah Putih dan Presiden RI). Dengan didampingi oleh Pangdam
Siliwangi, Presiden/Panglima Tertinggi diiringi Korps Musik memeriksa Pasukan
Jajar Kehormatan yang memberikan penghormatan militer. Setelah itu, sebelum
memasuki mobil yang akan mengantarnya ke Kampus ITB, Presiden bertanya kepada
Panglima: "Kos, itu tadi pasukan dari mana, kok enggak pakai tanda
pangkat?". Pak Kosasih menjawab: "Itu tadi adalah pasukan Resimen
Mahasiswa yang sedang dipersiapkan untuk membantu "Operasi Pagar
Betis" menumpas gerombolan DI/TII Kartosuwirjo".
Kemudian
kepada Kol. R.A. Kosasih, Bung Karno berpesan agar dibina dengan baik karena
mereka adalah calon-calon pemimpin. Diantara anggota Resimen Mahasiswa tersebut
yang di kemudian hari menjadi tokoh nasional adalah Ir. Siswono Yudo Husodo.
Ketika
PKI (Partai Komunis Indonesia) gagal membentuk Angkatan V (Buruh dan Tani yang
dipersenjatai) karena ditentang oleh TNI (Menpangad Jend. Ahmad Yani), D.N.
Aidit mengadu ke Bung Karno sambil mengajukan protes mengapa TNI diijinkan
membangun Resimen Mahasiswa, sambil menunjukkan Radiogram Menko Hankam/Kasab
No. AB/3046/64 tertanggal 21 April 1964 yang ditujukan kepada semua Panglima
Daerah untuk membentuk dan menyeragamkan Resimen Mahasiswa yang ada di setiap
Kodam.
Karena
yang menandatangani Radiogram tersebut adalah Jend. A.H. Nasution sendiri, maka
Pak Nas dipanggil oleh Bung Karno untuk klarifikasi. Kepada Bung Karno, Pak Nas
menjelaskan tentang maksud dan tujuan Radiogram tersebut yakni:
1.
Menertibkan dan menyatukan bermacam-macam Resimen
Mahasiswa yang timbul sebagai akibat adanya Instruksi Menteri PTIP Nomor 1
Tahun 1962 tanggal 15 Januari tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di
lingkungan Perguruan Tinggi dalam rangka Trikora Pembebasan Irian Barat.
2.
Sebagai titik awal untuk merintis Program Pendidikan
Perwira Cadangan melalui Perguruan Tinggi (ROTC: Reserve Officer Training
Corps).
3.
Dalam upaya melestarikan tradisi semangat bela
negara dan patriotisme di kalangan intelektual muda seperti yang telah
dibuktikan dalam perang kemerdekaan oleh Tentara Pelajar/Corps Mahasiswa.
Sebelum
meninggalkan Istana, Pak Nas bertanya kepada Bung Karno, bagaimana
kelanjutannya untuk mengikuti petunjuk Beliau. Jawaban Bung Karno amat singkat:
"Teruskan!".
Sebagai
akibat "instruksi" Presiden maka muncullah Resimen-Resimen Mahasiswa
di setiap Kodam. Di Jawa Barat, Menteri PTIP Prof. Toyib Hadiwijaya memberi
nama "Resimen Mahawarman". Di Jakarta Pak Nas memberi nama
"Resimen Mahajaya". Di Yogyakarta Jenderal Ahmad Yani memberi nama
"Resimen Mahakarta" dan seterusnya.
Di
akhir tahun 1965, terdesak oleh demonstrasi-demonstrasi mahasiswa yang
tergabung dalam KAMI dan terpengaruh oleh siaran Radio Australia yang
menyiarkan berita bahwa TNI akan menggerakkan Resimen Mahasiswa, D.N. Aidit
kembali mengadu ke Bung Karno di Istana dengan permintaan agar Bung Karno
sesegera mungkin membubarkan Resimen Mahasiswa yang "ternyata" adalah
tentaranya Nasution yang dibiayai oleh CIA. Ternyata setelah itu Bung Karno
tidak membubarkan Resimen Mahasiswa tetapi malah membubarkan KAMI, bahkan HMI
pun tidak dibubarkan.
Kisah-kisah
tersebut dikisahkan sendiri oleh alm. Letjen. TNI. (Purn) R.A. Kosasih kepada
Tjipto Soekardono sewaktu Tjipto Soekardono menjabat sebagai Kepala Staf
Resimen Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat pada tahun 1970.
Dahulu
di Jawa Barat, anggota Resimen Mahasiswa sebelum menerima penyematan baret pada
acara pelantikan, harus terlebih dahulu mengucapkan atau bersumpah yang disebut
"Panca Dharma Satya Resimen Mahasiswa".
Panca Dharma Satya mengandung lima nilai kesetiaan, yakni:
1.
Setia kepada Sang Saka Merah Putih.
2.
Setia kepada
Pancasila.
3.
Setia kepada Konstitusi (UUD 1945).
4.
Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.
Setia kepada cita-cita dan nilai-nilai kejuangan
Bangsa Indonesia.
Menurut
Pak Sutikno Lukitodisastro (mantan Sekretaris Militer Presiden), Panca Dharma
Satya itulah yang membuat Bung Karno tidak mau membubarkan Resimen Mahasiswa
karena menganggap Resimen Mahasiswa merupakan salah satu wujud dari Nation and
Character Building.
TUJUAN RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Tujuan Resimen Mahasiswa Indonesia adalah:
1.
Mempersiapkan mahasiswa yang memiliki pengetahuan,
sikap disiplin, fisik dan mental serta berwawasan kebangsaan agar mampu
melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menanamkan dasar-dasar
kepemimpinan dengan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional.
2.
Sebagai wadah penyaluran potensi mahasiswa dalam
rangka mewujudkan hak dan kewajiban warga Negara dalam Bela Negara.
3.
Mempersiapkan potensi mahasiswa sebagai bagian dari
potensi rakyat dalam Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (SISHANRATA).
TUGAS POKOK & FUNGSI MENWA
TUGAS POKOK RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Tugas pokok Resimen Mahasiswa Indonesia meliputi:
1.
Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta
membantu terlaksananya kegiatan dan program lainnya di Perguruan Tinggi.
2.
Merencanakan, mempersiapkan dan menyusun seluruh
potensi mahasiswa untuk memantapkan ketahanan nasional, dengan melaksanakan
usaha dan atau kegiatan bela negara.
3.
Membantu terwujudnya penyelenggaraan fungsi
perlindungan masyarakat (LINMAS), khususnya Penanggulangan Bencana dan
Pengungsi (PBP).
4.
Membantu terlaksananya kesadaran bela negara dan
wawasan kebangsaan dalam organisasi kepemudaan.
FUNGSI RESIMEN MAHASISWA
INDONESIA
Resimen Mahasiswa Indonesia mempunyai fungsi:
1.
Melaksanakan pembinaan anggota Resimen Mahasiswa
Indonesia di Perguruan Tinggi untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang
akademik.
2.
Melaksanakan pemeliharaan dan pemberdayaan serta
peningkatan kemampuan baik perorangan maupun satuan di bidang Bela Negara.
3.
Melaksanakan pembinaan disiplin anggota Resimen
Mahasiswa Indonesia, baik sebagai mahasiswa maupun warga masyarakat.
4.
Melaksanakan pembinaan struktur organisasi Resimen
Mahasiswa Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh.
5.
Bersama dengan mahasiswa lainnya membantu
terwujudnya kehidupan kampus yang kondusif.
6.
Membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan dan program
civitas akademika serta menumbuhkan dan meningkatkan sikap Bela Negara dikehidupan
Perguruan Tinggi.
7.
Membantu memotivasi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dibidang kepemudaan
dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda.
8.
Membantu TNI/POLRI dalam pelaksanaan pembinaan
pertahanan dan keamanan Nasional.
9.
Menyampaikan saran dan pendapat kepada instansi
terkait sesuai dengan tugas pokoknya.
PANCA
DHARMA SATYA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA.
1.
Kami adalah Mahasiswa Warga Negara, Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2.
Kami adalah Mahasiswa yang sadar akan tanggung jawab
serta kehormatan akan pembelaan Negara dan tidak mengenal menyerah.
3.
Kami Putra Indonesia yang berjiwa kesatria dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran dan
keadilan.
4.
Kami adalah Mahasiswa yang menjunjung tinggi nama
dan kehormatan garba ilmiah dan sadar akan hari depan bangsa dan Negara.
5.
Kami adalah Mahasiswa yang memegang teguh disiplin
lahir dan batin, percaya pada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan
nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
Panca
artinya Lima (5), Satya artinya Kesetiaan atau Kejujuran, Dharma artinya
Kewajiban. Dharma Satya artinya kesetiaan pada kewajiban. Panca Dharma Satya
berarti 5 Pedoman Kesetiaan Dalam Menjalankan Kewajiban.
Panca
Dharma Satya Resimen Mahasiswa Indonesia adalah merupakan Kode Etik Resimen
Mahasiswa Indonesia. Kode Etik ini merupakan nilai moral yang dimiliki setiap
anggota Resimen Mahasiswa Indonesia dan merupakan ikrar kejiwaan. Setiap
tingkah laku, ucapan dan perbuatan, pikiran dan tindakan dari anggota Resimen
Mahasiswa Indonesia harus berpegang teguh pada Panca Dharma Satya ini.
Kode
Etik Resimen Mahasiswa Indonesia ini pada mulanya dihasilkan dalam Musyawarah
Kerja I Menwa Mahawarman tanggal 12 September 1966 - 20 September 1966.
Kemudian Kode Etik Resimen Mahasiswa ini diberlakukan
secara nasional menjadi Kode Etik Resimen Mahasiswa Indonesia dan pertama
sekali diatur dalam Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri
RI Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor: 05/a/u/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tanggal
19 Januari 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen
Mahasiswa.
Kemudian
Kode Etik Resimen Mahasiswa diatur
kembali dalam Keputusan Dirjen Persmanvet Dephankam RI Nomor: Kep/05/III/1996
tanggal 14 Maret 1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa.
Dan
untuk yang terakhir Kode
Etik Resimen Mahasiswa ini diatur dalam Keputusan Komandan Komando Nasional
Resimen Mahasiswa Indonesia Nomor: Kep-004/KONAS/VII/2007 tanggal 26 Juli 2007
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa.
Semboyan
Resimen Mahasiswa Indonesia adalah "Widya Castrena Dharma Siddha" yang berasal dari bahasa Sanskerta.
"Widya" yang berarti ilmu pengetahuan, "Castrena" yang
berarti senjata, "Dharma" yang berarti kewajiban dan
"Siddha" yang berarti sempurna. Arti dari
semboyan tersebut adalah Penyempurnaan Kewajiban Dengan Ilmu Pengetahuan dan
Ilmu Keprajuritan. Yang dimaksudkan dengan Ilmu Pengetahuan
adalah segala macam cabang keilmuan yang didapat saat menjadi mahasiswa. Hal
ini dipergunakan untuk menempuh jenjang karir, dengan tidak melupakan tujuan
utama melakukan pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan Ilmu Keprajuritan
adalah yang bersangkutan dengan jiwa keperwiraan, keksatriaan dan kepemimpinan,
bukan sekedar keahlian dalam bertempur atau pun yang sejenis.
Semboyan
Widya Castrena Dharma Siddha ini diciptakan oleh Prof. Ir. Harsojo. Awalnya
menjadi semboyan Menwa Mahawarman kemudian menjadi semboyan Resimen Mahasiswa
Indonesia.
TEKAD DAN PENDIRIAN RESIMEN MAHASISWA INDONESIA.
1.
Bahwa Kami setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 serta bertekad mempertahankannya dengan tidak mengenal menyerah.
2.
Bahwa Kami wajib turut membina persatuan dan
kesatuan.
3.
Bahwa Kami menjunjung tinggi dan ikut serta membina
dan mengamalkan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia.
4.
Bahwa Kami wajib senantiasa mengamalkan Tri Dharma
Perguruan Tinggi untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
5.
Bahwa Kami wajib patuh dan taat melaksanakan tata
tertib Resimen Mahasiswa Indonesia.
Tekad
dan Pendirian Resimen Mahasiswa Indonesia ini diputuskan dan disahkan pada
Rapat Kerja VII Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 1980 di Bandung pada tanggal
18 April 1980, dengan Surat Keputusan Kapuscadnas Dephankam RI
Nomor: Skep/090/Cadnas/IV/1980 tanggal 18 April 1980 tentang Pengesahan Hasil
Naskah Rapat Kerja VII Resimen Mahasiswa Indonesia.
Lambang Resimen Mahasiswa |
KOMPONEN LAMBANG
SEMBILAN UNSUR
1. Perisai Segilima menggambarkan keteguhan sikap.
2. Padi dan
Kapas menggambarkan dasar
bernegara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
3. Bintang, Sayap Burung, Jangkar dan Lambang
Polri menandakan bahwa Resimen
Mahasiswa berada di bawah naungan ketiga unsur angkatan dan Polri.
4. Pena dan Senjata melambangkan pengabdiannya, wira
melakukan keselarasan antara ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan.
5. Buku Tulis menyatakan bahwa tugas pokok setiap wira adalah mengembangkan ilmu pengetahuan, selain melaksanakan tugas-tugas kemenwaan.
Resimen Mahasiswa Indonesia menggunakan baret ungu. Dalam
aplikasinya di lingkungan Menwa, warna ini mempunyai arti :
·
Mulia
·
Berpengetahuan
·
Terpelajar
0 komentar "SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA DAN TUGAS POKOK, FUNGSINYA", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Kita adalah penjelajah,,tinggalkanlah jejak anda dimanapun anda kunjungi.
semoga bermanfaat