BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber Daya Manusia merupakan aspek yang sangat penting bagi
perusahaan karena Sumber Daya Manusia merupakan penggerak utama perusahaan,
maka sudah seharusnya perusahaan memperhatikan Sumber Daya Manusianya, terutama
pada masalah motivasi, kepuasan kerja, keterlibatan kerja /penempatan tenaga
kerja dan komitmen organisasi terhadap pegawai. Sehingga pengelolaan sumber
daya manusia dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan.
Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berharga bagi
perusahaan/Departemen/Lembaga. Kesuksesan suatu perusahaan tidak hanya
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya saja, tetapi juga oleh tingkat
kedisiplinan mereka. Kedisiplinan seorang karyawan dalam suatu perusahaan dapat
dilihat dan diukur dari tingkat kehadiran mereka dalam melakukan suatu
pekerjaan, karena tingkat kehadiran adalah salah satu faktor yang menentukan
produktifitas perusahaan.
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat
yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan
mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang
terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang
seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang tidak mendukung peningkatan
produktivitas kerja.
Dalam hubungannya dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni
setiap pegawai memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap pekerjaan
membuat karyawan menganggap tekanan dari pekerjaan sebagai suatu yang
memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah terjadinya stres namun
sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi tekanan dari pekerjaan maka hal
tersebut akan membuat karyawan mengalami stres.
Penyebab stres kerja yang dialami pegawai adalah beban pekerjaan
yang berlebihan sehingga dampak dari stres kerja tersebut adalah banyak
pekerjaan yang tidak dapat diselesaikannya dengan tepat waktu, dalam
hubungannya dengan rekan kerja juga mengalami gangguan seperti subjek tidak
ingin diajak bicara, marah, tegang dan sulit untuk berkonsentrasi pada
pekerjaannya.
Dari dampak stres ini akan berakibat pada gangguan kesehatan
sehingga berakibat terhadap kehadiran pegawai sehingga menurunnya disiplin
kerja. Kedisiplinan seorang karyawan dalam suatu perusahaan dapat dilihat dan
diukur dari tingkat kehadiran mereka dalam melakukan suatu pekerjaan.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain itu, kinerja
juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai
dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Untuk mengetahui kinerja pegawai maka perlu dilakukan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui
kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja pegawai. Untuk mengetahui pengaruh
absensi atau tingkat kehadiran pegawai dan stres dalam meningkatkan kinerja
pegawai , maka dalam makalah ini penulis mengambil tema : “ ANALISIS TINGKAT
ABSENSI DAN STRES TERHADAP KINERJA PEGAWAI”.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut :
1.
Pengaruh Tingkat Absensi terhadap disiplin
pegawai.
2.
Hubungan antara Tingkat Absensi dan Stres
dalam peningkatan kinerja pegawai.
3.
Analisis Tingkat Absensi dan Stres terhadap
Kinerja Pegawai.
C. Pembahasan Masalah
Berdasarkan identifkasi masalah diatas maka dapat dirumuskan
masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Pengertian Tingkat Absensi dan Tingkat
Disiplin Kerja.
2.
Pengertian dan Penyebab Stres, Tanda-Tanda
Gejala Stres dan Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja.
3.
Pengertian Kinerja, Pengukuran Kinerja
Pegawai, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja dan Peningkatan
Kinerja Pegawai.
4.
Pembahasan Analisis Tingkat Absensi dan Stres
Terhadap Kinerja Pegawai yang meliputi : Strategi Mengurangi Absensi Pegawai,
Strategi Insentif dan Langkah-Langkah Proaktif melalui Inisiatif-Inisiatif,
Hubungan Tingkat Kehadiran Karyawan dan Disiplin Kerja, Dampak Stres Terhadap
Kinerja Pegawai, Gejala-Gejala Stres Kerja, Strategi Manajemen Stres Kerja dan
Pendekatan Dalam Mengelola Stres.
BAB II
LANDASAN TEORI
PENGERTIAN
TINGKAT ABSENSI, STRES KERJA dan KINERJA PEGAWAI
A. Pengertian Tingkat Absensi (Tingkat
Kehadiran Karyawan).
Semangat kerja dapat diukur melalui absensi /presensi pegawai
ditempat kerja, tanggung jawabnya terhadap pekerjaan, disiplin kerja, kerja
sama dengan pimpinan atau teman sejawat dalam organisasi serta tingkat
produktivitas kerjanya. (Hasley, 1 992;67).
Untuk mengukur tinggi rendahnya semangat kerja pegawai dapat
melalui unsur-unsur semangat kerja tersebut yang meliputi : Presensi (tingkat
kehadiran),Disiplin Kerja, Kerja Sama, dan Tanggung Jawab. Presensi
merupakan kehadiran pegawai yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Pada
umumnya instasi atau lembaga selalu memperhatikan pegawainya untuk datang dan
pulang tepat waktu, sehingga pekerjaan tidak tertunda. Ketidak hadiran seorang
pegawai akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja, sehingga instansi atau
lembaga tidak bisa mencapai tujuan secara optimal. Presensi
atau kehadiran pegawai dapat diukur melalui :
a.
Kehadiran karyawan ditempat kerja.
b.
Ketepatan keryawan datang atau pulang.
Dengan adanya tingkat absensi yang baik maka dapat meningkatkan
disiplin pegawai. Sedangkan yang dimaksud dengan disiplin adalah suatu sikap,
tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahan atau
instansi baik tertulis maupun tidak (Nitisemito, 1982; 199).
v
Tingkat disiplin kerja dapat dilihat dari :
a.
Ketepatan waktu,
b.
Mampu memanfaatkan dan menggerakkan
perlengkapan dengan baik,
c.
Menghasilkan pekerjaan yang memuaskan,
d.
Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh
perusahaan (kepatuhan pada peraturan),
e.
Memiliki tanggung jawab yang tinggi.
Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dan berkembang maka
dibuatlah suatu aturan yaitu yang biasa disebut
peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan dapat diartikan ialah suatu kumpulan
aturan yang dibuat oleh seorang pemimpin perusahaan agar terciptanya suatu
keteraturan antara para pimpinan dan para karyawan sehingga terciptanya keselarasan
dalam bekerja.
Ketentuan yang berhubungan dengan waktu dan kehadiran pegawai
biasanya diatur dengan ketentuan-ketentuan sbb :
1.
Penetapan waktu kerja didasarkan kepada
kebutuhan-kebutuhan perlu dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Jumlah jam kerja bagi karyawan adalah 40 hari
seminggu.
3.
Jam istirahat tidak dihitung sebagai jam
kerja.
4.
Setiap karyawan wajib hadir dan mulai bekerja
pada waktu yang tidak ditetapkan.
5.
Kehadiran karyawan dicatat dengan kartu hadir
(lime Card) pada saat maupun pada saat pulang kerja.
6.
Pengisian kartu hadir (Time Card) harus
dilakukan oleh karyawan yang bersangkutan sendiri. Pengisian yang dilakukan
oleh orang lain merupakan pelanggaran kedisiplinan, dan hal tersebut akan
dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
7.
Keterlambatan masuk kerja atau meninggalkan
tempat kerja sebelum jam kerja berakhir dianggap sebagai tindakan ketidak
disiplinan dan merupakan pelanggaran tata tertib, kecuali dengan izin atasan
langsung dan karena alasan-alasan yang dapat diterima.
8.
Karyawan yang tidak masuk kerja kerena sakit
atau karena alasan lain yang dapat diterima Perusahaan, wajib memberitahukan
kepada atasannya pada hasil tersebut secara tertulis atau telephone
selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya.
9.
Jika tidak hadir kerja karena sakit, maka
wajib membawa surat keterangan dokter setelah Ia wasuk kerja kembali.
Jika ketidak hadiran karena hal-hal lain, ia diwajibkan membuat pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Jika ketidak hadiran karena hal-hal lain, ia diwajibkan membuat pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
10. Karyawan
yang tidak mengindahkan kewajiban tersebut dianggap mungkir dan akan dikenakan
sanksi.
B. Pengertian dan Penyebab Stres Kerja
1. Pengertian Stres :
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63)
menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres
kerja
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat
fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat
fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Menurut penelitian Beker dkk (1987), stres yang dialami oleh
seseorang
akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga
menyimpulkan bahwa stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells.
Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit
yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak
memproduksi sel–sel kekebalan tubuh, ataupun sel–sel antibody banyak
yang kalah.
akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga
menyimpulkan bahwa stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells.
Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit
yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak
memproduksi sel–sel kekebalan tubuh, ataupun sel–sel antibody banyak
yang kalah.
Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil
menemukan hubungan antara stres dengan kesehatan. Hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa stres sangat berpotensi mempertinggi peluang
seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan
system autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon
antibody tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat
naik pada saat mood seseorang sedang positif.
menemukan hubungan antara stres dengan kesehatan. Hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa stres sangat berpotensi mempertinggi peluang
seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan
system autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon
antibody tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat
naik pada saat mood seseorang sedang positif.
Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress
kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai
konsekuensi dari
interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak
sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi
unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk
memberikan tanggapan.
interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak
sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi
unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk
memberikan tanggapan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai
suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul
karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi fisik
individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami
beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja
mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak
stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan
dalam masalah tidur.
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi fisik
individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami
beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja
mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak
stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan
dalam masalah tidur.
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata
sepakat dan
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati,
1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis
yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon
adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan
ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati,
1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis
yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon
adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan
ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71)
memahaminya
sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi
stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penling tetapi tidak
dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).
sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi
stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penling tetapi tidak
dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).
2. Tanda-tanda Gejala Stres :
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala
stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
a.
Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang
tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang
tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
b.
Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan
sedih, jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
c.
Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati
menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:
a.
Kepuasan kerja rendah.
b.
Kinerja yang menurun.
c.
Semangat dan energi menjadi hilang.
d.
Komunikasi tidak lancer.
e.
Pengambilan keputusan jelek.
f.
Kreatifitas dan inovasi kurang.
g.
Bergulat pada tugas-tugas yang tidak
produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya
dengan
kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.
Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), gejala stres dapat berupa
tanda-tanda berikut ini:
kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.
Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), gejala stres dapat berupa
tanda-tanda berikut ini:
1)
Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak
teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
2)
Emosional, yaitu marah-marah, mudah
tersinggung dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3)
Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau
pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
4)
Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang
lain, kepercayaan pada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
3. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja.
·
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor Lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75). Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi
keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri.
yaitu faktor Lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75). Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi
keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri.
·
Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati,
1999:73) stres kerja disebabkan:
a.
Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya
tugas tidak selalu menjadi
penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
b.
Supervisor yang kurang pandai. Scorang
karyawan dalam menjalankan tugas
sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
c.
Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
Karyawan
biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/ perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan
keahlian, pcngalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak
atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang lerbatas. Akibatnya,
karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang
ditetapkan atasan.
biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/ perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan
keahlian, pcngalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak
atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang lerbatas. Akibatnya,
karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang
ditetapkan atasan.
d.
Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai.
Faktor ini berkaitan
dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada
bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada
bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
e.
Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan
yang baik, karyawan perlu
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta
scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta
scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
f.
Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini
biasanya terjadi pada para
karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi
yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi
yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g.
Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan
frustrasi memang bisa
disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi
kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta
penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.
disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi
kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta
penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.
h.
Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal
terscbul tidak umum. Situasi
ini bisatimbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir
yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah
perusahaan pertama.
ini bisatimbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir
yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah
perusahaan pertama.
i.
Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik
peran yaitu :
1.
konflik peran intersender,
dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak
konsisten dan tidak sesuai;
2.
konflik peran intrasender, konflik peran ini
kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua
struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang
tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi
dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative.
Dari beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres
merupakan
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan
penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan
penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
C. Kinerja Pegawai
1. Pengertian Kinerja
Pengertian Kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh
seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban
dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para
atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau
segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa
buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis
yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan
mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
v
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67)
dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian
kinerja sebagai berikut “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
v
Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003
: 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan
(2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
v
Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja
adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah
suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
v
Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja
adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target
yang telah ditentukan”.
v
Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309)
mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan”.
v
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson
Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa
kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
v
John Witmore dalam Coaching for Perfomance
(1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari
seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada
pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta
mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Mink
(1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang
tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
a)
berorientasi pada prestasi,
b)
memiliki percaya diri,
c)
berperngendalian diri,
d)
kompetensi.
v
Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan
tentang definisi kinerja karyawan menurut Bernandin & Russell (1993:135)
yang dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul Human
Resource Management, Performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.
v
Sedangkan Veithzal Rivai (2006:309) mengatakan
bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan
hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan
dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat
ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai
organisasi.
2. Pengukuran Kinerja Pegawai
Selanjutnya penulis akan mengemukakan ukuran-ukuran dari Kinerja
pegawai yang dikemukakan oleh Bernandin & Russell (1993:135) yang dikutip
oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya Human Resource Managemen yaitu
sebagai berikut :
a)
Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan
dalam suatu periode yang ditentukan.
b)
Quality of work : kualitas kerja yang dicapai
berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapanya.
c)
Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai
pekerjaan dan keterampilannya.
d)
Creativeness : keaslian gagasan –gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
timbul.
e)
Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama
dengan orang lain atau sesama anggota organisasi
f)
Dependability : kesadaran untuk dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
g)
Initiative : semangat untuk melaksanakan
tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.
h)
Personal Qualities : menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi
(2003:355) mengatakan ”hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut.
a)
Kuantitas, yaitu jumlah yang harus
diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan
keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah
keluaran yang dihasilkan.
b)
Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan
(baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran
”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan
bentuk keluaran.
c)
Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan
waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis
khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian
suatu kegiatan.
Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut A.A.Anwar Prabu
Mangkunegara (2005:18-19) terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif.
Aspek kuantitatif meliputi:
Aspek kuantitatif meliputi:
·
Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
·
Waktu yang dipergunakan atau lamanya
melaksanakan pekerjaan.
·
Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan,
dan
·
Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam
bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi:
Sedangkan aspek kualitatif meliputi:
§
Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
§
Tingkat kemampuan dalam bekerja,
§
Kemampuan menganlisis data/informasi,
kemampuan/ kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan
§ Kemampuan
mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).
3. Faktor yang
Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja
individu dalam organisasi menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:16-17)
adalah sebagai berikut:
v
Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang
memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya
(jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan
fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi
yang baik ini merupakanmodal utama individu manusia untu mampu mengelola dan
mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau
aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
v
Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi
individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target
kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis,
iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang
relatif memadai.
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
4. Peningkatan Kinerja Pegawai
Dalam rangka peningkatan kinerja pegawai, menurut A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005:22-23) terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai
berikut:
a.
Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja.
b.
Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan.
c.
Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin
menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang
berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
d.
Mengembangkan rencana tindakan untuk
menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.
e.
Melakukan rencana tindakan tersebut.
f.
Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut
sudah teratasi atau belum.
g.
Mulai dari awal, apabila perlu.
Bila langkah-langkah tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik, maka kinerja pegawai dapat ditingkatkan.
BAB III
PEMBAHASAN
ANALISIS
TINGKAT ABSENSI DAN STRES TERHADAP KINERJA PEGAWAI
Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berharga bagi
perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusianya saja, tetapi juga oleh tingkat kedisiplinan mereka.
Kedisiplinan seorang karyawan dalam suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur
dari tingkat kehadiran mereka dalam melakukan suatu pekerjaan, karena tingkat
kehadiran adalah salah satu faktor yang menentukan produktifitas perusahaan.
Riset perilaku organisasi atau perusahaan telah memfokuskan pada
tiga jenis sikap yaitu:
1.
Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu
terhadap pekerjaannya.
2.
Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang
memihak secara psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya
sebagai ukuran harga diri.
3.
Komitmen organisasional (organizational
commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan
memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap
pegawai, maka terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap
pekerjaannya.
A. Strategi mengurangi Absensi Pegawai
A. Strategi mengurangi Absensi Pegawai
v
Menggunakan Insentif
Dengan menggunakan insentif yang diberikan kepada pegawai maka
akan dapat mendorong pegawai rajin masuk kerja tanpa absen sehari pun sepanjang
tahun. Insentif ini dapat berupa inisiatif-inisiatif promosi kesehatan sebagai
upaya lebih jauh untuk memotong absensi sakit. menyediakan sarana penunjang seperti
voucher dan bonus untuk mengurangi tingkat absensi karyawan.
Dengan Insentif yang ditawarkan berupa undian berhadiah voucher
liburan, dan bahkan mobil baru, untuk mereka yang tidak pernah absen karena
sakit. Dengan adanya insentif ini maka tingkat kehadiran karyawan dapat naik.
Namun, tanggapan atas penyediaan insentif untuk menekan angka absensi karyawan tersebut bermacam-macam. Sejumlah perusahaan tidak setuju jika karyawan yang sakit tetap didorong untuk masuk kerja. Bagi mereka, karyawan yang sakit akan lebih baik jika istirahat di rumah.
Namun, tanggapan atas penyediaan insentif untuk menekan angka absensi karyawan tersebut bermacam-macam. Sejumlah perusahaan tidak setuju jika karyawan yang sakit tetap didorong untuk masuk kerja. Bagi mereka, karyawan yang sakit akan lebih baik jika istirahat di rumah.
Sejumlah perusahaan percaya bahwa dengan menyediakan insentif
untuk mengurangi angka absensi, mereka telah mendorong karyawan yang
jelas-jelas sedang sakit untuk tetap masuk kerja.
v
Langkah-Langkah Proaktif melalui
Inisiatif-Inisiatif
Strategi lain --yang diadopsi separo kalangan pengusaha-- untuk
mengurangi tingkat absensi adalah dengan mengambil langkah-langkah proaktif
melalui inisiatif-inisiatif. Seperti, pemeriksaan kesehatan, subsidi
keanggotaan pada tempat-tempat kebugaran dan dukungan terhadap karyawan yang
sedang berusaha berhenti merokok.Yang cukup pelik justru, seperti tercermin
dari perbedaan opini di kalangan pengusaha, bagaimana memastikan, karyawan yang
absen itu benar-benar (karena) sakit atau hanya pura-pura (sakit).
Survei menemukan bahwa lebih dari seperempat responden percaya,
kurang dari 20% absensi staf benar-benar berkaitan dengan kondisi sakit. Tapi,
persentase yang sama berpikir bahwa lebih dari 80% karyawan absen (hanya)
karena sakit ringan atau tidak benar-benar sakit.
Sebagai pembanding, survei lain yang dilakukan organisasi
pengusaha terbesar di Inggris, CBI mengungkapkan bahwa pengusaha percaya, satu
dari 8 karyawan absen karena pura-pura sakit dan mengalami "sakit
rutin" pada awal atau akhir pekan.
Menurut Steve Clements, perbedaan sudut pandang kaum pengusaha
tersebut menggarisbawahi fakta bahwa data tentang penyebab absensi karyawan
memang masih diwarnai dugaan-dugaan.
"Tentu memang ada alasan kuat lain di luar sakit untuk tak masuk kerja. Tapi, survei mendapati sejumlah pengusaha mempertanyakan berapa banyak karyawan yang absen dengan penyebab yang jelas."
"Tentu memang ada alasan kuat lain di luar sakit untuk tak masuk kerja. Tapi, survei mendapati sejumlah pengusaha mempertanyakan berapa banyak karyawan yang absen dengan penyebab yang jelas."
"Bagi sejumlah organisasi, penyebab utama kehilangan jam
kerja bukanlah absen jangka panjang tapi absen pendek yang sering. Data yang
lebih baik akan membantu perusahaan mencapai target inisiatif-inisiatif terkait
absensi secara lebih efektif, dan memungkinkan para manajer mengelola isu ini
dengan lebih baik.
B. Hubungan Tingkat
kehadiran Karyawan dan Disiplin Kerja
Dalam pelaksanaan disiplin kerja karyawan, peranan pimpinan
sangat besar dan menentukan. Kelemahan pelaksanaan disiplin selama ini adalah
lemahnya pengawasan pimpinan terhadap pembinaan disiplin karyawan. Padahal
disiplin kerja memegang peranan penting bagi kelangsungan kerja organisasi.
Dengan disiplin kerja yang tinggi dari karyawan akan berdampak positif terhadap tercapai efektivitas dan efisien kerja yang berarti produktivitas kerja akan tercapai pula.
Dengan disiplin kerja yang tinggi dari karyawan akan berdampak positif terhadap tercapai efektivitas dan efisien kerja yang berarti produktivitas kerja akan tercapai pula.
Indikator pertama di atas menyebutkan kepatuhan karyawan
terhadap jam-jam kerja kantor. Ini berarti tingkat kehadiran karyawan juga
sangat menentukan produktivitas kerja. Semakin tinggi tingkat kehadiran
karyawan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan organisasi. Oleh karena itu
kehadiran karyawan merupakan faktor penting dalam pelaksanaan disiplin kerja.
Kaitannya dengan tingkat kehadiran ini, Winaya (1983) memberikan
ukuran/kriteria disiplin karyawan sebagai berikut : “Bilamana tingkat absensi
atau ketidakhadiran per bulan mencapai 2–3 %,
maka dikatakan karyawan mempunyai disiplin yang tinggi. Bilamana tingkat absensi mencapai 15-20 % per bulan, maka dikatakan disiplin karyawan rendah, dan apabila berada di antara kedua ketentuan di atas, maka tingkat disiplin karyawan dapat dikatakan sedang”.
maka dikatakan karyawan mempunyai disiplin yang tinggi. Bilamana tingkat absensi mencapai 15-20 % per bulan, maka dikatakan disiplin karyawan rendah, dan apabila berada di antara kedua ketentuan di atas, maka tingkat disiplin karyawan dapat dikatakan sedang”.
Ukuran atau kriteria disiplin karyawan juga dikemukakan oleh
Sujono (1985), dengan memberikan kriteria yang lebih luas sebagai berikut :
“ Disiplin yang sejati adalah apabila karyawan datang di kantor dengan teratur dan tepat pada waktunya. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat bekerjanya.
“ Disiplin yang sejati adalah apabila karyawan datang di kantor dengan teratur dan tepat pada waktunya. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat bekerjanya.
Apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan
hati-hati, apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang
memuaskan dan mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor atau
perusahaan dan apabila mereka menyelesaikan pekerjaan yang sangat tinggi.
Ukuran ini harus diperhatikan atas pekerjaan sehari-hari”.
Dengan kriteria sekaligus indikator seperti yang disebutkan di
atas, maka peranan disiplin sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
Dan jika semua kriteria di atas terpenuhi, maka produktivitas kerja akan
semakin tinggi.
C. Dampak Stres
terhadap Kinerja Pegawai
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan
bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres
(flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini
biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres
(flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini
biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
v
Gejala-Gejala Stres Kerja :
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala
individu yang mengalami stres antara lain (Margiati, 1999:78-79) :
a)
bekerja melewati batas kemampuan,
b)
kelerlambatan masuk kerja yang sering,
c)
ketidakhadiran pekerjaan,
d)
kesulitan membuat kepulusan,
e)
kesalahan yang sembrono,
f)
kelaiaian menyelesaikan pekerjaan,
g)
lupa akan janji yang telah dibuat dan
kegagalan diri sendiri,
kegagalan diri sendiri,
h)
kesulitan berhubungan dengan orang lain,
i)
kerisauan tentang
kesalahan yang dibuat,
j)
Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang
kulit, radang pernafasan.
v
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi
tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan
sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke
cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penaggulangan.
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan
sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke
cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penaggulangan.
Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres
yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat
positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan
membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan
keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan
merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk
memberikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk
memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja.
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres
yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat
positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan
membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan
keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan
merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk
memberikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk
memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja.
v
Pendekatan dalam mengelola stres :
Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada
dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
a)
Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level
stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu
yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa
adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan
kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang
berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan
kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres
adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat
memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu
yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa
adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan
kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang
berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan
kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres
adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat
memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
b)
Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran
serta struktur
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh
manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan
serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh
manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan
serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan
maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa
menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice,
1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas
kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak
dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi,
dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi
yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu
terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta
mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
BAB IV
PENUTUPAN.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
§
Untuk mengukur tinggi rendahnya semangat kerja
pegawai dapat melalui unsur-unsur semangat kerja tersebut yang meliputi :
Presensi (tingkat kehadiran), Disiplin Kerja, Kerja Sama, dan Tanggung
Jawab.
§
Presensi merupakan kehadiran pegawai yang
berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Ketidakhadiran seorang pegawai akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja, sehingga instansi atau lembaga tidak
bisa mencapai tujuan secara optimal.
§
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa
memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu
tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri
para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
§
Stress di tempat kerja mengakibatkan dampak
negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerja sama
antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut. Karena
stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja,
peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan. Perilaku
negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi.
§
Secara singkat beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
a.
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam
manajemen maupun operasional kerja.
b.
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
c.
Menurunkan tingkat produktivitas.
d.
Menurunkan pemasukan dan keuntungan
perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya
antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji,
tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan
berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena
kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
B.
Saran-Saran :
Berdasarkan kesimpulan dari hasil di atas, maka dapat diajukan
saran-saran sebagai berikut :
§
Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat
berharga bagi perusahaan/Departemen/Lembaga maka sudah seharusnya perusahaan
memperhatikan Sumber Daya Manusianya, terutama pada masalah motivasi, kepuasan
kerja, keterlibatan kerja /penempatan tenaga kerja dan komitmen organisasi
terhadap pegawai. Sehingga pengelolaan sumber daya manusia dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan.
§
Dengan menggunakan insentif yang diberikan
kepada pegawai maka akan dapat mendorong pegawai rajin masuk kerja. Untuk itu
sudah seharusnya agar perusahaan senantiasa memperhatikan insentif yang
diberikan kepada karyawan.
§
Perusahaan agar senantiasa mengambil
langkah-langkah untuk mengatasi stres kerja yang timbul.
Bagi
pegawai untuk mengatasi stres dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
§
Pertahankan kesehatan tubuh Anda sebaik
mungkin, usahakan berbagai cara agar anda tidak jatuh sakit, misalnya tidur
yang cukup dan memperbaiki pola makan.
§
Terimalah diri Anda apa adanya, segala
kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari
kehidupan Anda.
§
Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang
indah dengan seseorang yang Anda anggap paling bisa diajak curhat.
§
Lakukan tindakan positif dan konstruktif dalam
mengatasi sumber stress Anda di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi
atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan.
§
Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan
orang-orang di luar lingkungan pekerjaan Anda, misalnya dengan tetangga atau
kerabat dekat.
§
Berusahalah mempertahankan aktivitas yang
kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi.
§
Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang
berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan.
§
Kembangkan hobby anda, misalnya memelihara
bunga, burung, memancing dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. Wibowo, SE.,M.Phil. , 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
James
A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV. Intermedia
Jakarta.
Purwoto
Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program Pascasarjana, Magister
Manajemen, Universitas Krisnadwipayana
I.G.A.K.
Wardani, dll, 2007. Buku Materi Pokok, Teknik Menulis Karya Ilmiah, , Jakarta :
BPK-Pusat Penerbitan UT.
Cooper,
C. L., Dewe, P. J., & O’Driscoll, M. P. (1991). Organizational Stress: A
Review and Critique of Theory, Research, and Applications. California: Sage
Publications, Inc.
http://www.google.co.id
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan
http://forum.datalowongankerja.com/index.php?action=printpage;topic=22.0
http://lensaprofesi.blogspot.com/2008/09/mengelola-stres-kerja.html Oleh :Ns. Abdul Haris Awie, S.Kep
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan
http://forum.datalowongankerja.com/index.php?action=printpage;topic=22.0
http://lensaprofesi.blogspot.com/2008/09/mengelola-stres-kerja.html Oleh :Ns. Abdul Haris Awie, S.Kep
http://www.portalhr.com/beritahr/compensation/1id626.html
Paulus Bambang WS
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan
http://rumahbelajarpsikologi.com/by Putri Widyasari ,index.php/stres-kerja.html
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan
http://rumahbelajarpsikologi.com/by Putri Widyasari ,index.php/stres-kerja.html
0 komentar "Makalah “ ANALISIS TINGKAT ABSENSI DAN STRES TERHADAP KINERJA PEGAWAI”. ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Kita adalah penjelajah,,tinggalkanlah jejak anda dimanapun anda kunjungi.
semoga bermanfaat