Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) (part II)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat
            Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari hingga Pebruari 2006. Pengambilan sampel Sipetang (Pharus sp) dilakukan di sekitar kawasan Mangrove Stasiun Kelautan Dumai. Sedangkan analisis logam Pb pada sampel dilaksanakan di Laboratorium Organik Fakultas Teknik Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat
            Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sipetang sebanyak 120 ekor dengan berat (W) 1,808 – 7,496 gr (± 1,5904) dan panjang (TL) 3,2 – 6,3 cm (± 0,8605), asam nitrat (HNO3) pekat, larutan PbNO3 dan air laut sebanyak 50 liter untuk diisi ke setiap wadah.
            Peralatan yang digunakan adalah termometer, handrefractometer, kertas universalindikator pH, aquarium yang dilengkapi dengan aerator, mistar ukuran milimeter untuk mengukur panjang sampel (TL), timbangan analitik akurasi 0,001 untuk mengukur berat (W), labu ukur 1000 ml, serta AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) tipe Solaar 969.

3.3. Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan satu faktor tiga perlakuan yaitu perbedaan penambahan konsentrasi logam Pb masing-masing 0,5 ppm, 1ppm, 5 ppm dan tanpa penambahan sebagai kontrol serta 3 (tiga) kali ulangan. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi logam Pb dilakukan dengan mengencerkan larutan PbNO3 ke dalam wadah yang telah diisi air laut. Perlakuan yang dicobakan pada setiap media uji adalah sebagai berikut:
Perlakuan A = tanpa Pb (kontrol)
Perlakuan B = penambahan konsentrasi Pb 0,5 ppm
Perlakuan C = penambahan konsentrasi Pb 1 ppm
Perlakuan D = penambahan konsentrasi Pb 5 ppm.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Pengambilan dan Penanganan Sampel
            Sampel diperoleh dari komunitas bivalva di perairan sekitar muara Sungai Mesjid Dumai. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah ember yang telah dilapisi busa untuk mencegah adanya benturan. Wadah diisi air laut secukupnya untuk menjaga kelembaban selama transportasi ke laboratorium.
            Masing-masing sampel diukur dan ditimbang untuk berat (Weight) dan panjang (Total Length) yang seragam. Sipetang yang telah disortir ukuran menjadi seragam ini dimasukkan ke dalam aquarium yang diisi air laut  untuk aklimatisasi selama 3 hari.

3.4.2. Wadah Penelitian
            Wadah penelitian yang digunakan adalah wadah kaca berbentuk silinder sebanyak 12 unit dengan diameter 17 cm dan tinggi 25 cm yang masing-masing dilengkapi sistem aerasi. Hal ini untuk menjaga logam Pb agar tetap berada pada kolom air. Kemudian masing-masing wadah diisi air laut yang telah dipersiapkan sebelumnya sebanyak 2 liter dengan padat tebar 10 ekor Sipetang. Sampel yang diambil selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah uji yang telah disusun secara acak sesuai dengan masing-masing perlakuan.

3.4.3. Media
            Air laut diperoleh dari perairan yang jernih, kira-kira 500 meter dari muara Sungai Mesjid Dumai  ke arah lautnya dan diangkut dengan menggunakan perahu. Air laut kemudian dimasukkan di jerigen, kemudian diendapkan untuk penjernihan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan air laut yang benar-benar jernih. Air laut ini sebelum dimasukkan ke wadah uji terlebih dahulu diukur kandungan logam beratnya.

3.4.4. Analisis Pb Pada Sampel Air
            Pengukuran kandungan logam Pb pada sampel air dilakukan sesuai dengan buku standar Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI (dalam Hutagalung, 1997). Adapun tahapan kerja yang dilaksanakan untuk menentukan kadar logam pb pada sampel air adalah:
1.                  Sampel air diambil dan diukur 50 ml, selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml.
2.                  Kemudian larutan uji disaring dengan saringan Whattman 0,5μm untuk menghindari penyumbatan dalam analisis dengan AAS.
3.                  Pindahkan larutan uji ke dalam botol uji untuk analisis dengan menggunakan AAS.


3.4.5. Analisis Sampel Sipetang
            Analisis kandungan logam Pb pada Sipetang (Pharus sp) dilakukan dengan metode analisis logam berat pada sampel biota berdasarkan buku standar Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI (dalam Hutagalung, 1997). Untuk menentukan kadar logam Pb pada Sipetang dilakukan beberapa tahapan kerja, yaitu:
1.      Sampel yang akan dianalisis adalah jaringan lunak Sipetang yang dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat kering sampel tersebut.
2.      Setelah itu sampel dihancurkan/digerus.
3.      Kemudian sampel dimasukkan ke dalam beker teflon yang mempunyai tutup lalu ditambahkan 1,5 ml HClO4 dan 3,5 ml HNO3 kemudian sampel ditutup selama 24 jam.
4.      Setelah itu dipanaskan sampel pada hot plate dengan suhu 60-70 oC selama 2-3 jam sampai larutan jernih lalu ditambah 3 ml air suling bebas ion (aquabides) dan panaskan kembali sampel hingga larutan hampir kering.
5.      Kemudian sampel didinginkan pada suhu ruangan lalu tambahkan 1,0 ml HNO3 pekat sambil diaduk pelan-pelan dan tambahkan lagi 9,0 ml air suling bebas ion, kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman 0,5μm.
6.      Setelah itu sampel siap diukur dengan AAS.
3.4.6. Pembuatan Larutan Standar
            Larutan standar dibuat dari larutan induk yang menggandung Pb dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan Pb diperoleh dari Pb(NO3)2. Kemudian diencerkan menjadi 0,5 ppm, 1 ppm dan 5 ppm. Langkah-langkah pembuatan larutan standar Pb adalah sebagai berikut:
(1)   Buat larutan induk Pb(NO3)2.
(2)   Dilarutkan 1 gr Pb(NO3)2 dengan 250 ml aquades dalam erlemeyer 250 ml, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
(3)   Buat larutan intermediet 100 mg/L dengan memipetkan 10 ml larutan standar Pb 1000 mg/L ke dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda batas (10ppm).
(4)   Larutan standar kerja yang dipakai.
(5)   Dipipet 5, 10 dan 50 ml larutan intermediet 100 ml/L Pb ke dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda batas untuk mendapatkan larutan kerja 5, 10 dan 50 mg/L.
(6)   Larutan standar diasamkan dengan HNO3 pekat.

3.4.7. Pemeriksaan dengan AAS
            Alat yang digunakan dalam pengukuran logam Pb ini adalah AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) SOLAAR 969 dengan lampu katoda sebagai sumber radiasi. Pengukuran konsentrasi logam berat Pb menggunakan udara asetilen sebagai sumber energi. Pembacaaan pada AAS tipe SOLAAR 969  adalah pembacaan nilai konsentrasi dari absorbansi yang kemudian dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai kandungan logam berat yang sesungguhnya dari sampel berdasarkan rumus Hutagalung (1997) sebagai berikut: 
            K=
Dimana:
K= Kadar sebenarnya dari sampel (ppm)
a = Kadar dari sampel yang terbaca pada AAS (μg/ml)
b = Volume akhir larutan contoh (ml)
c = Berat sampel (gr)

3.4.8. Kapasitas Akumulasi Sipetang
            Kapasitas akumulasi dinyatakan sebagai kemampuan kerang Sipetang (Pharus sp) untuk mengakumulasi logam timbal per satuan waktu dan berat tubuh. Kapasitas akumulasi Sipetang ditentukan dengan mengukur penambahan konsentrasi logam Pb pada kerang untuk masing-masing perlakuan dalam setiap skala waktu 48 jam, selama 144 jam penelitian.
3.5. Analisis Data
            Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan perlakuan perbedaan konsentrasi logam berat, kemudian dibahas secara deskriptif. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan terhadap kemampuan akumulasi Sipetang, dilakukan analisis Regresi Linear Sederhana menurut Sudjana (1992), yakni :   


            Y = a + bx
Dimana:          a dan b            : Koefisien Regresi Linear
                        x          : Konsentrasi Logam Pb
            Besarnya nilai persentase atau hubungan antara setiap konsentrasi logam berat yang mempengaruhi aktivitas akumulasi Pharus sp dapat diketahui bersamaan dengan menggunakan koefisien deteminasi (R2 ). Sedangkan untuk mengetahui keeratan hubungan digunakan koefisien koorelasi (R), dimana nilai R berada diantara 0 – 1 (Sudjana, 1992) kriteria keeratan hubungan ini adalah sebagai berikut:
·         0,00 – 0,20  ; hubungan sangat lemah
·         0,21 – 0,41  ; hubungan lemah
·         0,41 – 0,70  ; hubungan sedang
·         0,71 – 0,90  ; hubungan kuat
·         0,91 – 1,00  ; hubungan sangat kuat
            Untuk menguji hipotesis secara statistika digunakan uji F, dimana nilai Fhitung, diperoleh dari analisa variansi (ANAVA), sedangkan nilai Ftabel dilihat dari tabel distribusi F pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak maka dapat dilihat melalui uji F, yaitu sebagai berikut:
§   jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima
§   jika Fhitung > Ftabel,  maka Ho ditolak



3.6. Asumsi
            Dalam penelitian ini diasumsikan beberapa hal, yaitu:
-             Setiap individu Sipetang yang dijadikan bahan eksperimen tidak sedang menggalami gangguan eksternal dan internal atau stress.
-             Faktor yang tidak diukur dianggap tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian.
-             Ketelitian dan keterampilan peneliti dan pembantu peneliti selama melakukuan penelitian dianggap sama.


IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. 1.     Hasil Penelitian
4. 1. 1. Kualitas Air
            Keadaan kualitas air suatu perairan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan suatu organisme. Secara umum pertumbuhan bivalva dipengaruhi oleh parameter kualitas perairan yang meliputi suhu, pH dan salinitas. Dari hasil pengukuran kualitas perairan saat pengambilan sampel diperoleh suhu 28 oC, derajat keasaman (pH) diperoleh 8 dan salinitas perairan diperoleh 29 o/oo.

4. 1. 2. Konsentrasi Pb Sipetang Pada Masing-masing Media Perlakuan Selama Penelitian
Logam Pb merupakan salah satu bahan pencemar perairan yang dapat membahayakan bagi manusia. Dari hasil analisis di laboratorium, menunjukkan Sipetang dapat menyerap atau mengakumulasi logam Pb media yang meningkat sesuai penambahan  konsentrasi Pb. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Rata-rata Konsentrasi Pb Sipetang Pada Tiap Perlakuan Selama   Penelitian
Waktu
(Jam)
Konsentrasi Pb (ppm)

0 ppm (A)
0,5 ppm (B)
1 ppm (C)
5 ppm (D)
0 (T0)
11,4152
13,0833
12,1884
10,9783
48 (T1)
11,7987
17,8548
20,2931
23,6837
96 (T2)
12,1768
20,8468
23,3334
23,0759
144 (T3)
13,2560
22,9558
21,1619
23,2154

            Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa konsentrasi Pb semakin bertambah pada tubuh kerang Sipetang. Akumulasi logam Pb selama waktu penelitian (144 jam) dengan penambahan konsentrasi Pb yang berbeda sebagai perlakuan , secara umum mengalami penambahan pada jam ke-48. Pada  sampel yang dijadikan sebagai kontrol (A) akumulasi logam Pb mengalami penambahan pada selang jam ke  96 – 144, sedangkan pada jam yang ke-48 belum terlalu signifikan. Sementara untuk perlakuan B, C dan D akumulasi logam Pb mengalami penambahan yang berarti pada jam ke-48. Untuk  lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada gambar 1:
         Gambar 1.  Grafik Konsentrasi Pb Sipetang Pada Tiap Perlakuan
Selama Penelitian ( n = 3 )

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa penambahan akumulasi logam Pb yang tertinggi umumnya pada jam ke-48 (T1), kecuali pada kontrol (A) yang terjadi pada jam  ke-144 (T3).

4. 1. 3. Pengukuran Konsentrasi Logam Pb Air Laut  Pada Media Kontrol
            Dari hasil pengukuran konsentrasi Pb air laut pada media kontrol diawal  dan diakhir penelitian diperoleh nilai-nilai seperti yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.  Konsentrasi Pb Air Laut Pada Media Kontrol yang Tersisa Diakhir                Penelitian
Waktu (jam)
Konsentrasi Pb (ppm)
Ulangan
I
II
III
Rata-rata
Awal (0)
0,1697
0,1697
0,1697
0,1697
Akhir (144)
0,1568
0,1325
0,1595
0,1496
Penurunan (ppm)
0,0129
0,0372
0,0102
0,0201
           
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat penurunan konsentrasi Pb air laut pada media kontrol (A). Penurunan konsentrasi tertinggi adalah pada ulangan kedua sebesar  0,0372 ppm dan penurunan konsentrasi Pb terendah adalah pada ulangan ketiga yaitu sebesar 0,0102 ppm.

4.   1. 4. Kapasitas Akumulasi Sipetang
            Kapasitas akumulasi dinyatakan sebagai kemampuan kerang Sipetang (Pharus sp) untuk mengakumulasi konsentrasi logam berat per satuan waktu dan berat tubuh. Kapasitas akumulasi ditentukan dengan mengukur penambahan konsentrasi logam berat pada kerang untuk masing-masing perlakuan. Maka, diperoleh rata-rata kapasitas akumulasi kerang Sipetang terhadap logam berat pada masing-masing perlakuan yang ditabulasikan pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Rata-rata Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi Pb    Media Selama Penelitian
Waktu
(Jam)
Konsentrasi Pb Media

0,5 ppm
1 ppm
5 ppm
Kapasitas Akumulasi (ppm/jam/gr tubuh)
0 – 48
0,5048
0,8902
1,6037
0 – 96
0,2887
0,4721
0,4683
0 – 144
0,2557
0,2123
0,3240

            Dari tabel 3 dapat dinyatakan bahwa secara umum terlihat kapasitas akumulasi mengalami penambahan pada rentang waktu 48 jam awal penelitian seiring dengan penambahan konsentrasi Pb. Kapasitas akumulasi Sipetang terhadap timbal tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan konsentrasi Pb 5 ppm pada waktu pengamatan 48 jam sebesar 2,0185 ppm/jam/gr tubuh, dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan 1 ppm pada waktu pengamatan 144 jam yaitu sebesar 0,0972 ppm/jam/gr tubuh. Untuk lebih jelas kapasitas akumulasi kerang Sipetang terhadap logam Pb dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2.    Grafik Rata-rata Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap
Konsentrasi Pb Media Selama Penelitian ( n = 3 )

            Dari gambar 2  terlihat bahwa kapasitas akumulasi maksimal dicapai pada perlakuan penambahan Pb 5 ppm (D1), kemudian diikuti dengan penambahan Pb 1 ppm (C1) dan penambahan 0,5 ppm (B1). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kapasitas akumulasi semakin menurun dengan adanya penambahan waktu.




4.  1. 5. Hubungan Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi Pb Media Selama Penelitian
            Untuk mengetahui hubungan konsentrasi Pb media terhadap kemampuan akumulasi Sipetang digunakan uji regresi linear (Lampiran 6, 7, dan 8). Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana yang digunakan, maka diperoleh persamaan regresi linear sederhana (Y), nilai koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (R2). Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Analisis Regresi Linear Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi Pb Media Selama Penelitian
Penambahan Pb
(ppm)
Persamaan Regresi
R2
R
0,5
Y = 0,598 – 2,59E-03x   
0,261
0,511
1
Y = 1,205 – 7,10E-03x
0,588
0,767
5
Y = 2,078 – 1,33E-02x
0,733
0,856

            Untuk lebih jelasnya hasil analisis masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi Pb dapat dilihat pada gambar-gambar grafik di bawah ini.

Gambar 3. Grafik Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi      Pb 0,5 ppm (Media B)
           
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa pada penambahan 0,5 ppm diperoleh nilai R2 sebesar 0,261, dimana dengan nilai ini dapat dinyatakan bahwa pengaruh antara perlakuan penambahan 0,5 ppm terhadap kapasitas akumulasi Sipetang sebesar 26,1 % dan faktor lain yang mempengaruhinya adalah sebesar 73,9 %. Sedangkan untuk melihat keeratan hubungan antara penambahan 0,5 ppm terhadap kapasitas akumulasi dapat dilihat dari koefisien korelasi (R). Nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh yaitu sebesar 0,511, ini berarti memiliki keeratan hubungan sedang. Hal ini sesuai dengan Sudjana (1992) yang menyatakan bahwa nilai antara 0,41 – 0,70 memiliki hubungan yang sedang. Nilai Fhitung dari hasil uji Anava ialah sebesar 2,477 (Lampiran 6) dan Ftabel sebesar 5,59 pada taraf α=0,05. Hal  ini menunjukkan Fhitung < Ftabel, maka  Ho diterima, yang berarti tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi Pb 0,5 ppm terhadap kemampuan akumulasi kerang Sipetang Pharus sp.
 Gambar 4. Grafik Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi     Pb 1 ppm (Media C)

            Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai R2 pada penambahan 1 ppm diperoleh sebesar 0,588, dimana dengan nilai ini dapat dinyatakan bahwa pengaruh antara perlakuan penambahan 1 ppm terhadap kapasitas akumulasi Sipetang adalah sebesar 58,8 % dan faktor lain yang mempengaruhinya adalah sebesar 41,29 %. Nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh yakni 0,767, berarti memiliki hubungan kuat, sesuai dengan Sudjana (1992) bahwa nilai antara 0,71 – 0,90 memiliki hubungan kuat. Sedangkan nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil uji Anava ialah sebesar 9,974 (Lampiran 7) dan Ftabel sebesar 5,59. Hal  ini menunjukkan Fhitung > Ftabel, maka  Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh penambahan konsentrasi Pb 1 ppm terhadap kemampuan akumulasi kerang Sipetang.
Gambar 5. Grafik Kapasitas Akumulasi Sipetang Terhadap Konsentrasi     Pb 5 ppm (Media D)

            Dari gambar 5 dapat dinyatakan bahwa pada penambahan 5 ppm didapatkan nilai R2 sebesar 0,733, dimana dengan nilai ini dapat dinyatakan bahwa pengaruh antara perlakuan penambahan 5 ppm terhadap kapasitas akumulasi Sipetang sebesar 70,3 % dan faktor lain yang mempengaruhinya adalah sebesar 26,7 % dan nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh yaitu sebesar 0,856, ini berarti memiliki keeratan hubungan yang kuat. Hal ini sesuai dengan Sudjana (1992) yang menyatakan bahwa nilai antara 0,71 – 0,90 memiliki hubungan yang kuat. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil uji Anava ialah sebesar 19,196 (Lampiran 8) dan Ftabel sebesar 5,59. Hal  ini menunjukkan Fhitung > Ftabel,  Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh penambahan konsentrasi Pb 5 ppm terhadap kemampuan akumulasi kerang Sipetang Pharus sp.

4. 2.    Pembahasan

4. 2. 1. Kondisi Perairan
Komunitas zoobenthos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan biotik dan abiotik. Secara biotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrobenthos adalah faktor-faktor fisika-kimia lingkungan perairan diantaranya: penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air, substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH), dan nutrien. Sedangkan secara bilogis, diantaranya interaksi spesies serta pola hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas (Tudorancea et al., 1978). Pada studi ini parameter kualitas air yang diukur ialah salinitas, pH dan suhu. Nilai salinitas yang diperoleh pada saat pengambilan air laut yaitu 29 o/oo.  Hal ini sesuai dengan pendapat Dewi (1996) menyatakan bivalva dapat hidup normal pada perairan yang bersalinitas 30 o/oo, tetapi masih dapat hidup pada perairan bersalinitas 15 o/oo.
            Nilai suhu yang diperoleh adalah 28 oC, nilai ini masih dapat mendukung kehidupan organisme air khususnya bivalva. Hal ini sesuai dengan pendapat Laode (1991) yang menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan organsisme laut berkisar 26 - 33 oC dan juga ditetapkan dalam Kep. No. 2/MENKLH/I/1998 yaitu suhu berkisar antara 27 - 32 oC. Sedangkan nilai pH yang diperoleh adalah 8. Menurut  Romimahtarto dalam Syahfitri (2005) menyatakan pH 6 – 9 merupakan kisaran pH yang dapat ditolerir bagi organisme laut. Kisaran pH yang masih diinginkan bagi organisme laut untuk hidup adalah 6,5 – 8,5.
            Semua kerang hidup di perairan terutama di lautan dan menghuni dasar lumpur. Kerang atau bivalva, umumnya hidup di garis pasang dan air dangkal, ataupun di kedalaman 5,330 m. Beberapa kerang merayap di dasar, akan tetapi umumnya membenamkan diri di pasir atau lumpur. Sipetang hidup membenamkan diri  pada lubang dengan genangan air baik pada waktu pasang ataupun surut di hutan mangrove yang terlindung dari cahaya matahari dengan sedimen dasar didominasi oleh lumpur (Tanjung, 2000).

4. 2. 2. Akumulasi Pb Pada Sipetang
            Jenis kerang dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi, dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Karena itu jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan (Darmono, 2001).
Hasil penelitian terlihat bahwa konsentrasi Pb semakin bertambah pada tubuh Sipetang. Akumulasi logam Pb selama waktu penelitian (144 jam), pada masing-masing media konsentrasi Pb yang berbeda, secara umum mengalami penambahan pada jam ke-48. Penambahan ini terjadi karena aktivitas Sipetang dalam menyerap atau mengakumulasi logam Pb selain dari konsentrasi Pb yang sudah ada pada air laut ditambah dengan penambahan konsentrasi Pb media. Sedangkan pada media kontrol Sipetang hanya menyerap konsentrasi Pb pada air laut yaitu sebesar 0,1697 ppm, sehingga penambahannya terlihat berarti pada jam ke-144.
            Diperkirakan akumulasi logam Pb pada Sipetang terjadi setelah absorpsi logam melalui proses penyaringan air yang masuk ke dalam tubuhnya. Proses akumulasi logam ke dalam tubuh organisme laut dapat terjadi setelah absorpsi logam, baik melalui air laut (masuk ke dalam insang atau mulut) maupun melalui pakan/makanan (masuk melalui usus). Davies (dalam Darmono, 2001) melaporkan bahwa pada kepiting laut (Cancer pagurus), absorpsi logam melalui pakan yang dimakan lebih besar daripada melalui air, di mana logam kadmium terakumulasi paling besar dalam hepatopankreas. Namun, pada penelitian ini pemberian makanan kepada Sipetang tidak dilakukan.
Kadmium ( Cd )

            Nilai hasil pengukuran konsentrasi Pb Sipetang pada AAS, kemudian akan dimasukkan ke dalam perhitungan dengan rumus K  = . Hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan konsentrasi Pb Sipetang yang sebenarnya yaitu pada penambahan konsentrasi Pb 0,5 ppm (B1) didapatkan nilai konsentrasi Pb Sipetang berkisar antara 9,1133 – 26,8695 ppm, pada penambahan konsentrasi Pb 1 ppm (C1) antara 11,8726 – 26,1409 dan pada penambahan 5 ppm (D1) sekitar 8,3540 – 27,6392 ppm.

0 komentar " Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) (part II)", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar

Kita adalah penjelajah,,tinggalkanlah jejak anda dimanapun anda kunjungi.
semoga bermanfaat